Hanya dalam waktu tiga hari, dua kasus bunuh diri terjadi di Kota Ternate, Maluku Utara. Korbannya seorang mahasiswa dan tukang ojek dengan motif berbeda.

Kasus pertama, seorang mahasiswa gantung diri di dapur rumah di Kecamatan Ternate Selatan, pada Rabu malam, 15 Januari 2025. Sementara, kasus kedua, tukang ojek ditemukan gantung diri di gudang rumah, Ternate Tengah, pada Sabtu siang, 18 Januari 2025.

Kedua kasus bunuh diri itu masih diperiksa Kepolisian Resort Ternate untuk mengetahui motif di balik peristiwa tersebut.

Siti Munadiyah, Ketua Program Studi Psikologi Universitas Muhammadiyah Maluku Utara (UMMU), mengatakan setiap orang punya stres berbeda-beda ketika merespon suatu masalah, termasuk strategi menyelesaikan masalah yang mereka hadapi.

Sebelum Tewas Gantung Diri, Tukang Ojek di Ternate ini Bikin Story WA ‘Pamit Undur Diri’

Menurut Siti, ada yang punya kemampuan regulasi diri yang baik, sehingga ketika rasa stres datang dia mampu mengelolanya dengan baik. Sebaliknya ada juga yang tidak mampu, lalu memilih menekan dan menyimpan perasaan dan pikiran yang tidak nyaman tersebut tanpa punya kendali untuk menghadapinya.

“Padahal kita tahu penumpukan emosi-emosi yang negatif secara terus menerus dalam waktu yang lama akan meledak menjadi penyakit mental, yang akan berdampak baik pada fisik maupun mental seseorang,” ujar Siti kepada tuturfakta, Ahad, 19 Januari 2025.

Budaya maskulinitas yang menempatkan laki-laki sebagai superior alias kuat dan tangguh, kata Siti, membuat laki-laki cenderung menyimpan sendiri kesedihan. Konstruksi semacam ini yang turut bikin tekanan sosial juga tinggi.

“Banyak ekspektasi dari orang sekitar terkadang membuat kita hidup untuk memenuhi ekpektasi orang lain, kebahagiaan orang lain dianggap lebih utama dibanding diri sendiri. Padahal dampaknya ialah kita bisa kehilangan kendali atas diri kita sendiri,” ujar praktisi psikolog ini.

Seorang Mahasiswi di Ternate Nekat Bunuh Diri Usai Bertengkar dengan Pacar

Siti memaparkan beberapa hal untuk mengenali gejala atau tanda-tanda seseorang ketika depresi, seperti adanya perubahan emosi yang intens, perubahan perilaku yang tidak biasa, atau merasa putus asa.

Sebagai masyarakat, tambah Siti, perlu membangun kesadaran bahwa masalah kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik.

“Dengan melihat bahwa keduanya harus berimbang maka kita akan mencari bantuan ketika mengalami tekanan-tekanan mental.”

Ia menyarankan pentingnya sosialisasi dan kampanye terus menerus kepada masyarakat terkait masalah kesehatan mental dan bagimana menghadapinya.

“Jika berada pada situasi yg memicu stres secara terus menerus segeralah hubungi orang terdekat untuk bercerita, jika diperlukan maka perlu bantuan ke tenaga profesional, ke psikolog atau psikiater,” terang Siti.