Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Khairun (Unkhair) Ternate, menolak jika perguruan tinggi mengelola pertambangan sebagaimana terdapat dalam Revisi Undang-Undang Mineral dan Batubara (RUU Minerba) yang dibahas mendadak oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, pada 20 Januari 2025.
M. Fatahuddin Hadi, Ketua BEM Unkhair, mengatakan pemberian jatah perguruan tinggi kelola tambang sekadar upaya rezim untuk menundukkan institusi pendidikan. Ia juga tidak setuju bila kampus Unkhair, seperti pernyataan Rektor Unkhair Ridha Ajam beberapa waktu lalu di Malut Post, yang cenderung sepakat mengelola tambang mesti sekadar sebagai pemegang saham. Ridha menilai, pengelolaan tambang bisa bermanfaar bagi masyarakat, khususnya mahasiswa yang berada di Maluku Utara.
“Jika dari beberapa pernyataan pemangku kebijakan [Unkhair] yang menyetujui keterlibatan pengelolaan tambang oleh perguruan tinggi, usulan ini diajukan untuk membantu kampus dalam pendanaan. Dengan begitu, negara mencoba menciptakan ketergantungan pendanaan kampus terhadap industri pertambangan,” jelas Fatahuddin kepada reporter Tuturfakta, pada Kamis, 30 Januari 2025.
Menurut Fatahuddin, dalam naskah akademik UU No 3/2020 tentang Minerba itu secara eksplisit sudah jelas bahwa kegiatan pertambangan dapat mengganggu dan merusak lingkungan. Sehingga, jika perguruan tinggi mengelola tambang, tentu saja melenceng dari fungsi vital produsen intelektual yang berorientasi mencerdasakan dan memajukan bangsa.
Alih alih melahirkan para intelektual, tambah Fatahuddin, produk liberalisasi pendidikan lewat pemberian jatah ini justru menciptakan tenaga-tenaga kerja baru yang tak lain sekadar memenuhi kebutuhan pasar dan industri.
“Korporasi mencoba merayu institusi perguruan tinggi agar menambah kerusakan dan perampasan hidup di Indonesia khususnya Maluku Utara,” jelas mahasiswa fakultas hukum itu.
Kekhawatiran pemberian izin tambang terhadap lembaga pendidikan dinilai bakal membuat kampus-kampus tak lagi independen.
Dilfan Najim, Ketua BEM Fakultas Ekonomi dan Bisnis Unkhair menyebut polemik perguruan tinggi kelola tambang ini sekadar upaya pemerintah mengekang kebebasan akademisi dan membungkam kekritisan di dalam kampus.
“[Jika] pihak kampus setuju [kelola tambang], maka kampus turut andil dalam pengrusakan lingkungan dan perampas ruang hidup,” jelas Dilfan.
Reporter: Yulinar Sapsuha

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.