Sambil membungkuk, dua jurnalis muda sibuk memajang satu persatu foto-foto yang menamplikan kerusakan lingkungan, hilangnya sumber daya air, lenyapnya ruang produksi-konsumsi pangan, hingga tercemarnya bentang laut di beberapa wilayah Halmahera.

Sekitar 30 foto itu dipotret susah payah oleh para jurnalis yang meliput langsung dampak proyek strategis nasional (PSN) di Maluku Utara. Mulai dari daratan Weda, di Halmahera Tengah, Wasile dan Buli di Halmahera Timur, hingga Pulau Obi, di Halmahera Selatan.

Puluhan foto berukuran seragam 20×30 cm itu di pajang berderet di sudut, dalam rangkaian rangkaian Talkshow PSN di Maluku Utara bertajuk “Menagih Janji Kepala Daerah Benahi Konflik PSN di Masyarakat”, di Pandopo Museum Rempah-rempah, Benteng Orange, Ternate Tengah, Kota Ternate, pada Sabtu, 1 Februari 2025.

Diskusi tentang proyek strategis nasional (PSN) yang ugal-ugalan di Maluku Utara. Foto: Yulinar Sapsuha/Tuturfakta.com

Baik foto maupun narasi yang diberikan, itu milik sejumlah penulis yang terhimpun dalam Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ternate dan seorang fotografer penerima fellowship, kerja sama Aji Indonesia, Kurawal Foundation dan Independen.id tahun 2024. Semuanya menyoroti keberadaan industri nikel dimana ditetapkan sebagai proyek strategis nasional yang bercokol dan menjadi petaka di sepanjang pesisir dan pulau-pulau kecil Maluku Utara dalam dua dekade yang telah terlewati.

Sekalipun foto yang dipamerkan itu belum sepenuhnya mewakili kerusakan yang terjadi saat ini, namun dari tampilannya bisa dengan mudah membuat orang yang menyaksikan ikut marah dan bersimpati.

Seorang perempuan muda melihat-lihat deretan foto yang dipamerkan dalam acara di Pandopo Museum Rempah-rempah, di Benteng Orange, Ternate Tengah, Kota Ternate. Foto: Rajuan Jumat/Tuturfakta.com

Endang Sari Raja, seorang perempuan muda yang hadir malam itu, misalnya, emosinya meletup-letup ketika melihat deretan foto-foto kerusakan yang terpanjang malam itu. Bagi Endang, yang belum pernah menjelajahi wilayah perkampungan dan ruang hidup masyarakat dimana telah dirusak industri pertambangan, katanya, sangat miris hanya dari foto.

Tong bisa saja membayangkan to [setelah melihat-lihat gambar…kayak bagaimana e… sedih, marah!”, jelas Endang. “Dari sekian foto yang tong lihat ini bikin emosi. Apalagi kayak limbah, akibat aktivitas pertambangan sampai menimbulkan limbah dan mendatangkan penyakit.”.

Bukan saja itu, perempuan 25 tahun ini bahkan memberikan penilaian kalau aktivitas pertambangan juga akan mengancam air sungai yang merupakan elemen penting bagi masyarakat terutama perempuan.

Torang sebagai perempuan itu sangat penting sekali untuk menjaga kestabilan air supaya tetap bersih,” ucap Endang. “Apalagi, torang yang perempuan kan sebagai reproduksi ni, kalau air tercemar di sini dia juga akan menggangu tong pe reproduksi.”

Rintu Taib, seorang akademisi sekaligus Kepala Museum Rempah-rempah, yang hadir malam itu, menjelaskan foto merupakan media ungkapan dunia jurnalistik bahwa sebuah foto lebih “banyak” berbicara daripada seribu kata.

“Untuk menjelaskan satu foto saja, banyak ribuan kata yang harus diungkapkan,” katanya, setelah melihat deretan foto kerusakan tersebut.

Ia lalu mengkomparasikan dengan peristiwa yang terjadi ratusan tahun lalu. Dengan melecak sejumlah sumber, perampasan ruang hidup yang dilakukan oleh negara terhadap masyarakat di Halmahera serupa dengan yang dilakukan oleh kolonial terhadap pribumi ketika menginjakkan kaki di pulau rempah pertama kali–mereka merampok tanaman pala dan cengkeh lalu membawanya ke Eropa nun jauh disana.

“Yang mungkin pada suasana ini kita merasakan bagaimana nikel yang diambil dari sumberdaya alam kita lalu di ekspor keluar,” lanjut Rinto.

Deretan foto kerusakan lingkungan akibat proyek strategis nasional (PSN) yang dipamerkan dalam acara di Pandopo Museum Rempah-rempah, di Benteng Orange, Ternate Tengah, Kota Ternate. Foto: Rajuan Jumat/Tuturfakta.com

Perampasan ruang hidup yang dialami oleh masyarakat di Halmahera hari ini sekalipun berbeda konteks, jaman dan aktor, keduanya punya subtansi investasi yang sama; mengarah pada kapitalisme sehingga orang-orang di tingkat tapak hajat hidupnya terabaikan sekaligus terancam lenyap.

Jika dibiarkan terus-menerus, tidak akan lama lagi tanah Gapi yang terus digali ini akan habis dan masyarakat yang tinggal di lingkar tambang atau yang jauh sekalipun menghadapi ketimpangan yang terjadi di masa mendatang; tidak saja menyempitnya ruang hidup dan tempat bermain, kebiasaan bahalo sagu barangkali tinggal cerita–menyusul–hilangnya keanekaragaman hayati Maluku Utara.

Sebagai wilayah kepulauan, Maluku Utara harusnya menjadi lumbung perikanan. Kalaupun status Proyek Strategi Nasional itu dipaksakan, dia lebih cocok pada industri perikanan yang lebih berkelanjutan–bukan–Nikel yang justru membuat petaka.

Selain masyarakat dan pemerhati lingkungan, kekhawatiran pun muncul dari kalangan akademisi akan keberadaan PSN di Maluku Utara. Sebab, masifnya eksploitasi di daratan akan berdampak pada ekosistem di lautan.

Prof. M. Aris, Guru Besar Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Universitas Khairun, di acara nonton bareng dan diskusi filim. Foto: Rabul Sawal/Tuturfakta.com

Prof. Muhammad Aris, seorang akademisi dari Universitas Khairun menilai, laut selalu dianggap sebagai halaman belakang yang tidak memiliki peran dan fungsi.

“[Nanti] ketika masyarakat tidak lagi bisa mengkonsumsi ikan secara sehat dan bergizi, itu mereka baru akan sadar tidak bisa lagi mengkonsumsi ikan dengan harga murah–itu baru mereka sadar bahwa betapa pentingnya halaman belakang ini–laut ini,” kata Aris.

“Ketika habitat hilang,” tambah Aris, “maka selesai semua cerita. Apa yang bisa dilakukan dengan wilayah-wilayah yang sudah mati? Tidak ada.”

Dosen yang fokus perhatiannya pada wilayah pesisir yang mengalami degradasi ini pun mengungkapkan; dari tiga pilar Proyek Strategi Nasional yang ada, ketiga-tiganya cuman omong-omong.

“Tidak ada sejarah di dunia ini daerah tambang yang masyarakatnya sejahtera, Tidak ada. Tiga pilar PSN: pertumbuhan, pemerataan dan kesejahteraan itu cuman omong kosong. Tidak ada tujuan mulia dari PSN ini,” jelas Aris.