Kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak terus marak terjadi di Indonesia, termasuk di Kabupaten Pulau Taliabu, Maluku Utara. Isu ini menjadi fokus dalam diskusi dan buka puasa bersama yang diselenggarakan oleh PB Himpunan Mahasiswa Taliabu (HMT), MD-Forhati, dan Dinas Kesehatan Kabupaten Pulau Taliabu.
Kegiatan bertajuk “Membangun Sinergi dalam Pencegahan Kekerasan Seksual: Peran Negara dan Masyarakat” ini berlangsung di Coffee Liang Haya, Desa Bobong, Taliabu Barat, pada Sabtu, 22 Maret 2025.
Dalam diskusi tersebut, Wakil Ketua Komnas Perempuan RI, Dr. Olivia Chadidjah Salampessy, yang hadir secara daring melalui Zoom, menyoroti peningkatan signifikan kasus kekerasan berbasis gender.
“Data yang dikumpulkan dari berbagai sumber, termasuk lembaga layanan, pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum, menunjukkan tren kenaikan setiap tahun,” ungkapnya.
Ia mengungkapkan bahwa dalam periode 2015–2024, kasus kekerasan terhadap perempuan mencapai 330.097 kasus, meningkat 14,17% dibandingkan tahun sebelumnya yang mencatat 289.111 kasus. Dari angka tersebut, kekerasan di ranah personal mendominasi dengan 309.516 kasus, diikuti kekerasan di ranah publik (12.004 kasus) dan ranah negara (209 kasus).
Tahun 2024 mencatat bahwa kekerasan seksual merupakan bentuk kekerasan yang paling dominan, mencapai 36,43% atau 120.471 kasus dari total laporan yang diterima Komnas Perempuan serta instansi pemerintah dan masyarakat.
Di tingkat regional, Maluku Utara juga mencatat angka yang cukup tinggi. “Pada tahun 2024, terdapat 1.197 kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak yang terlaporkan di 10 kabupaten/kota di Maluku Utara,” kata Olivia.
Ia menegaskan pentingnya meningkatkan frekuensi sosialisasi dan membangun kesadaran kolektif di berbagai elemen masyarakat, termasuk tokoh agama dan media.
“Kita perlu menguatkan prinsip kesalingan, bukan kepalingan, karena kekerasan terjadi ketika ada pihak yang merasa lebih berkuasa daripada yang lain,” pungkasnya.
Tren Kekerasan terhadap Anak di Pulau Taliabu
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Kabupaten Pulau Taliabu, Muhrida Donsi, mengungkapkan bahwa kekerasan terhadap perempuan dan anak di daerahnya mayoritas menimpa anak-anak. Dalam lima tahun terakhir, jumlah kasus terus meningkat.
“Pada tahun 2021, terdapat 6 kasus yang dilaporkan, naik menjadi 9 kasus pada 2022, kemudian meningkat menjadi 16 kasus pada 2023. Tahun 2024 mencatat 27 kasus, sementara pada awal 2025 sudah ada 2 kasus kekerasan seksual terhadap anak,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa pemerintah Kabupaten Pulau Taliabu telah melakukan berbagai langkah pencegahan, seperti sosialisasi di sekolah-sekolah dari tingkat SD hingga SMA/SMK, serta kepada tokoh masyarakat, agama, pendidik, dan perwakilan tokoh perempuan.
“Alhamdulillah, kami sudah menjangkau tujuh kecamatan. Pemulihan bagi korban juga terus dilakukan sesuai dengan kondisi yang ada,” tuturnya.
Peran Aparat Penegak Hukum
Sementara itu, Kabid PPA Satreskrim Polres Taliabu, Hanafi Goin, menjelaskan bahwa kekerasan seksual, sebagaimana didefinisikan dalam KBBI, merupakan tindakan yang menyebabkan cedera fisik atau psikis, atau bahkan kematian seseorang. Ia memaparkan beberapa bentuk kekerasan, termasuk kekerasan fisik, psikis, seksual, serta penelantaran yang mencakup aspek ekonomi dan emosional.
“Tugas kami dalam menangani kasus ini meliputi penerimaan laporan, pembuatan berita acara, serta pendampingan dan konseling bagi korban,” katanya.
Perlu Langkah Konkret
Koordinator Presidium (Koorpres) Forhati Kabupaten Pulau Taliabu, Kuraisiya Marsaoly, menekankan bahwa kekerasan seksual adalah permasalahan serius yang tidak hanya terjadi di ruang privat, tetapi juga di dunia pendidikan dan tempat kerja.
“Kegiatan ini bertujuan untuk membangun sinergi dalam membahas kekerasan seksual di Kabupaten Pulau Taliabu. Kita perlu duduk bersama untuk mengidentifikasi akar masalah dan merumuskan langkah konkret dalam pencegahan kekerasan seksual,” tegasnya.
Dengan meningkatnya kasus kekerasan terhadap perempuan dan anak, para pihak yang terlibat dalam diskusi ini sepakat bahwa diperlukan sinergi yang lebih kuat antara pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum guna menciptakan lingkungan yang lebih aman dan bebas dari kekerasan.

 
											
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.