Perayaan Hari Jadi Tidore (HJT) ke-917 diawali dengan prosesi sakral “Ake Dango” atau Air Suci, yang digelar di Kelurahan Gurabunga, pada Selasa malam, 8 April 2025. Dalam suasana khidmat, seluruh lampu dimatikan dan hanya cahaya obor yang menerangi lokasi ritual.
Prosesi dimulai dengan penyerahan simbolis Ake Dango oleh salah satu tetua adat Sowohi Mahifa, H. Abdullah Husaen, kepada anak cucu perwakilan lima marga Tosofu Malamo.
Usai penyerahan, suara tifa dan rababu mengalun, mengiringi perwakilan masing-masing marga: Sowohi Kie Matiti, Sowohi Tosofu Makene, Sowohi Tosofu Malamo, Sowohi Toduho, dan Sowohi Fola Sowohi. Dari setiap marga, terdapat 13 perempuan yang membawa air dari puncak Kie Matubu. Air tersebut dimasukkan ke dalam bambu yang dibungkus kain putih di bagian atasnya.
Selanjutnya, perwakilan salah satu marga menaburkan air suci ke dalam bambu yang lebih besar, yang akan dibawa ke Kadato Kesultanan Tidore pada keesokan harinya.
Sultan Tidore, H. Husain Alting Sjah, dalam sambutannya mengatakan bahwa tidak ada manusia yang sempurna di dunia ini, termasuk dalam pemerintahan.
“Pemerintahan Muhammad Sinen dan Ahmad Laiman tetap perlu kita dukung, meski masih ada kekurangan di sana-sini,” ujar Sultan.
Ia juga menyinggung suasana pasca-pilkada yang telah selesai dan mengajak semua pihak untuk bersatu. “Tidak ada lawan yang abadi,” tambahnya.
Sultan menjelaskan bahwa tradisi Ake Dango jauh lebih dulu dikenal masyarakat Tidore sebelum adanya Hari Air Dunia. Air dianggap sangat berharga dan sakral karena sebagian besar tubuh manusia tercipta dari air.
“Air yang diritualkan ini diambil dari mata air terbaik di puncak Kie Matubu. Ini menunjukkan betapa luar biasanya peran air dalam kehidupan,” ungkapnya.
Sementara itu, Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen, menyampaikan bahwa prosesi Ake Dango menjadi pembuka seluruh rangkaian HJT ke-917.
“Ritual ini dibuat sederhana namun sarat makna, sebagai bentuk apresiasi atas budaya yang kita miliki,” katanya.
Ia menegaskan pentingnya melestarikan tradisi sebagai tanggung jawab generasi saat ini untuk diwariskan kepada generasi selanjutnya.
“Momen ini harus menjadi sejarah yang bisa diceritakan kepada anak cucu, bahwa kita turut ambil bagian dalam merawat tradisi,” tambahnya.
Ia juga mengajak seluruh pemangku kepentingan untuk menjaga kecintaan terhadap daerah dan memperkuat kolaborasi demi pembangunan yang berkelanjutan.
“Harapannya, kita selalu mendapat restu dari para leluhur yang senantiasa mendoakan anak cucunya,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.