Perhimpunan Pembela Masyarakat Adat Nusantara (PPMAN) mengecam keras penggunaan fasilitas perusahaan tambang oleh aparat keamanan negara—baik TNI maupun Polri—dalam upaya represif terhadap Masyarakat Adat dan warga lokal yang menolak kehadiran tambang di wilayah Maluku Utara.
Dalam pernyataan resminya, PPMAN menyatakan bahwa tindakan aparat itu tidak hanya mencederai prinsip netralitas institusi negara, tetapi juga memperlihatkan keberpihakan yang terang-terangan terhadap kepentingan korporasi tambang dan mengabaikan hak-hak konstitusional warga negara untuk menyampaikan pendapat, mempertahankan ruang hidup, serta menjalankan praktik-praktik pengelolaan wilayah adat secara berkelanjutan.
“Penggunaan fasilitas perusahaan—seperti kendaraan, peralatan, hingga akomodasi—oleh aparat keamanan dalam operasi represif, merupakan bentuk kolusi antara korporasi dan negara yang bertentangan dengan prinsip negara hukum dan demokrasi,” demikian bunyi pernyataan PPMN, Selasa, 20 Mei 2025.
“Ini mengindikasikan militerisasi konflik agraria dan mengancam keselamatan serta martabat masyarakat sipil.”
Menanggapi penangkapan 27 warga Maba Sangaji oleh Polda Maluku Utara pada 18 Mei 2025, dimana 11 orang kini ditetapkan sebagai tersangka, PPMAN menyatakan bahwa tindakan tersebut bentuk kriminalisasi terhadap pembela hak tanah dan ruang hidup.
PPMAN menyampaikan delapan poin sikap, di antaranya:
1. Menuntut penghentian segera segala bentuk tindakan represif terhadap Masyarakat Maba Sangaji, Halmahera Timur-Maluku Utara, yang memperjuangkan hak atas tanah dan lingkungan hidupnya.
2. Segera bebaskan 11 Orang Masyarakat Maba Sangaji yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara.
3. Mengecam sikap dan tindakan Kepolisian Daerah Maluku Utara yang terkesan melindungi PT. Position saat melakukan pembabatan hutan Adat, Masyarakat Maba Sangaji Halmahera Timur.
4. Mengecam PT. Position yang melakukan pembabatan Hutan Adat Masyarakat Maba Sangaji di Halmahera Timur.
5. Mendesak institusi TNI dan Polri untuk menjaga netralitas dan tidak terlibat dalam konflik agraria yang berpihak kepada perusahaan.
6. Meminta Komnas HAM dan Ombudsman RI untuk melakukan investigasi mendalam atas dugaan pelanggaran HAM dan penyalahgunaan wewenang oleh aparat negara dalam konflik pertambangan di Maluku Utara, terutama konflik antara Masyarakat Maba Sangaji dengan PT. Position yang melakukan penyerobotan atas kebun-kebun warga.
7. Mendorong pencabutan izin-izin pertambangan yang bermasalah, khususnya yang beroperasi tanpa persetujuan bebas, didahulukan, dan diinformasikan secara penuh (FPIC) dari masyarakat terdampak.
8. Menyatakan solidaritas penuh kepada seluruh masyarakat adat dan komunitas lokal di Maluku Utara yang terus berjuang mempertahankan tanah, hutan, dan lautnya dari ancaman perusakan akibat tambang.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.