Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ternate, Muhammad Syafe’i, memastikan bahwa tempat pembuangan akhir (TPA) Buku Deru-Deru tidak termasuk dalam 343 TPA open dumping yang mendapat teguran keras dari Kementerian Lingkungan Hidup (KLH). Namun, ia mengakui sistem pengelolaan sampah di Ternate belum ideal dan masih menyimpan potensi pelanggaran.

“Alhamdulillah kota Ternate tidak termasuk. Tetapi bukan berarti kita bersantai-santai dan berleha-leha, karena bisa saja potensi berikut kita masuk,” kata Syafe’i kepada reporter Kadera di ruang kerjanya, Senin, 26 Mei 2025.

KLH sebelumnya memberi waktu enam bulan bagi ratusan pemerintah daerah untuk menutup TPA open dumping dan beralih ke sistem pengelolaan yang ramah lingkungan. Jika tidak, pemerintah pusat mengancam akan menjatuhkan sanksi administratif hingga pidana sesuai dengan Pasal 98 UU No.32/2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup.

Syafe’i menjelaskan, pengelolaan sampah di TPA Deru-Deru saat ini menggunakan metode controlled landfill, yaitu sampah ditimbun dan dipadatkan dengan lapisan tahan guna meminimalisir dampak lingkungan. Namun, kondisi itu belum sepenuhnya konsisten.

“Kita punya (di TPA Deru-deru) ini kan pakai metode pengelolaan sampah control landfill. Cuman kadang-kadang kalau alat rusak atau alat tidak mampu ya sesekali gunakan metode open dumping. Ini yang harus kita jaga,” ujarnya.

Menurut Syafe’i, idealnya Kota Ternate mengarah ke sistem sanitary landfill seperti di kota-kota besar. Tapi keterbatasan anggaran dan infrastruktur membuat langkah itu belum bisa diterapkan dalam waktu dekat.

Masalah utama, kata Syafe’i, terletak pada sampah rumah tangga yang tidak dipilah dari sumbernya. Kalau organik dan anorganik sudah tercampur, bau tak sedap akan muncul, apalagi kalau dibiarkan terlalu lama. Untuk itu, DLH tengah memperkuat skema tempat pengelolaan sampah Reduce-Reuse-Recycle (TPS 3R) dan membebani jaringan trans depot sebagai simpul antara rumah tangga dan lokasi pengelolaan.

Di sisi kelembagaan, ia menyebut pentingnya peningkatan kapasitas komunitas pengelola sampah di tingkat kelurahan dan kecamatan. “Sampah yang bercampur akan berbau. Bau itu akan selesai atau berkurang jika dipilah dari sumber. Karena organiknya bisa diolah,” terangnya.

Untuk diketahui, KLH memberi tenggat hingga akhir tahun bagi daerah yang TPA-nya masih mengandalkan metode pembuangan terbuka. Pemerintah daerah yang abai akan dikenai sanksi pidana dan denda hingga Rp10 miliar.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter