Puluhan massa aksi yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat Adat Bergerak melakukan demonstrasi di depan kantor Pengadilan Negeri (PN) Soasio, Tidore Kepulauan, Maluku Utara, pada Kamis, 5 Juni 2025.

Massa mendesak PN Soasio meninjau kembali penetapan 11 masyarakat adat Maba Sangaji, Halmahera Timur yang ditetapkan sebagai tersangka menolak tambang nikel PT Position.

“Pengadilan harus bersikap adil dan objektif dalam menangani dan memutuskan perkara 11 masyarakat adat,” kata Irawati Harun, salah satu massa aksi di depan PN Soasio, Kamis pagi.

Massa Aksi Aliansi Masyarakat Adat Bergerak mendatangi kantor Pengadilan Negeri (PN) Soasio, Tidore, Kota Tidore Kepulauan pada Kamis, 5 Juni 2025. Mereka mendesak PN Soasio Tidore adil menangani perkara 11 warga Maba Sangaji, Halmahera Timur yang ditetapkan sebagai tersangka. Foto: Rajuan Jumat/kadera.id

Sebagaimana diketahui, 11 orang warga Maba yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Polda Maluku Utara dinilai cacat dan melanggar hak asasi manusia. Massa menilai, praktik tersebut sebagai upaya intimidasi dan kriminalisasi oleh aparat.

“Warga yang memperjuangkan hak hidup yang layak dan menolak tambang dibungkam lewat delik hukum yang menyesatkan,” kata Irawati.

Menurut Irawati, penangkapan terhadap masyarakat adat menunjukkan secara tegas bahwa “negara” mengabaikan suara warga dan lewat tangan aparat secara jelas melindungi kejahatan lingkungan dan perampasan ruang hidup yang dilakukan oleh PT Position terhadap masyarakat Maba.

Ira mengatakan, masyarakat Maba Sangaji yang saat ini berada di Pengadilan Negeri Soasio adalah orang-orang yang menjadi korban investasi nikel dan kepentingan para taipan. Tanah ulayat yang diserobot perusahaan dan mendapatkan perlawanan dari masyarakat bukannya direspons dengan baik justru mengintimidasi lewat pelabelan premanisme.

“Bahkan ketika masih ditahan di Polda Maluku Utara, mereka diintrogasi tanpa pendamping hukum, dipukul lalu dipaksa menandatangani dokumen tanpa penjelasan,” ungkap Irawati, mengakhiri.