Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi menilai penyidik Satuan Reserse Kriminal Polres Halmahera Utara diduga melindungi Brigpol Ronal Zulkifri Efendi, terduga pelaku kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap Wulan alias WAS. Bukannya membela korban, perempuan berusia 24 tahun itu justru ditetapkan sebagai tersangka setelah sebelumnya melaporkan suaminya atas dugaan kekerasan tersebut.

Saat ini, Wulan didampingi kuasa hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Marimoi mengajukan permohonan praperadilan di Pengadilan Negeri (PN) Tobelo atas laporan tersebut dan tinggal menunggu jadwal sidang praperadilan.

“Praperadilan itu menyangkut Polres Halut ada tetapkan Wulan, yang tadinya korban KDRT jadi terangka. Jadi Ronal bilang, Wulan ada KDRT ke dia. Itu versinya dorang [mereka]. Makanya Wulan ditetapkan sebagai tersangka,” kata Maharani Caroline dari LBH Marimoi, kepada reporter Kadera, pada Jumat, 13 Juni 2025.

Menurut Maharani, peristiwa berawal ketika Brigpol Ronal diduga memiting leher Wulan dengan keras. Dalam upaya membela diri, Wulan menggigit tangan suaminya. Ia kemudian melaporkan ke Polres Halut pada 20 September 2024 berdasarkan laporan Polisi Nomor LP/269/IX/2024/PMU/Res Halut.

Namun dua hari kemudian, Brigpol Ronal membuat laporan balik terhadap Wulan. Berdasarkan laporan itu, penyidik menetapkan Wulan sebagai tersangka pada 7 Mei 2025, tertuang dalam surat keputusan penetapan tersangka No.S.Kep/87/V/2024/Reskrim.

So [sudah] tidak berikan perlindungan hukum, tapi tiba-tiba terima laporan balik tanpa melihat apakah itu reaksi istri yang menggigit tangan suami akibat dipiting. Dan bukan hanya satu laporan itu, tapi ada juga laporan pengrusakan dilapor Ronal kemudian diterima Polres Halut, padahal kejadian pengrusakan itu bulan Mei 2024, setahun lalu,” ujar Maharani.

LBH Marimoi menilai laporan balik Brigpol Ronal sebagai bentuk intimidasi dan upaya kriminalisasi terhadap korban. Mereka juga menuding polisi tidak imparsial dan cenderung melindungi pelaku. Apalagi, Ronal sempat meminta kasus diselesaikan damai, namun Wulan menolak mencabut laporannya.

“Ini kan bukan perkelahian tanding. Kalau torang [kita] saling berkelahi bisa baku lapor dua-dua, tapi ini kan KDRT. Harusnya dilihat perlindungan terhadap perempuan yang diutamakan. Masa lapor balik, seolah-olah dong [mereka] dua tanding berkelahi,” jelas Maharani.

Viral dulu, Baru Proses Hukum Bergerak

LBH Marimoi juga mencatat bahwa laporan Wulan sempat mandek. Tidak ada tindak lanjut dari polisi hingga kasus ini viral di media sosial. Barulah pada 1 November 2024, penyidik menyampaikan SP2HP, dan Wulan diperiksa lima hari kemudian.

Kasus ini lalu diproses melalui sidang Komisi Kode Etik Polri pada 11 November 2024. Brigpol Ronal dinyatakan melanggar etik dan dijatuhi sanksi berat, termasuk penundaan pangkat dan mutasi demosi antarwilayah selama lima tahun.

Namun pada Februari 2025, Wulan menerima surat permintaan klarifikasi dari penyidik atas laporan balik Ronal. Pemeriksaan sempat ditunda karena bertepatan dengan sidang perceraiannya. Wulan sempat ajukan cerai di Pengadilan Agama Tobelo, tetapi karena izin cerai dari Polres Halut belum diterima, gugatan cerainya dicabut sambil menunggu izin atasan Ronal keluar.

Pada 17 Maret 2025, ia menerima tebusan SPDP dan dipanggil sebagai saksi. Tetapi sebulan kemudian, pada 7 Mei 2025, Wulan justru diberitahu telah ditetapkan sebagai tersangka melalui surat penetapan indentitas tersangka No.R/244/V/2025/Reskrim.

“Ia dipanggil sebagai saksi, tapi sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ini cacat prosedur,” tambah Muhammad Tabrani, kuasa hukum yang ikut dampingi Wulan.

Seharusnya, kata Tabrani, dengan adanya putusan sidang etik Polres Halut terhadap pelaku tindak pidana KDRT, Brigpol Ronal, termohon tidak begitu saja menindaklanjuti laporan balik dari terduga pelaku, melainkan harus memperhatikan konteks peristiwa secara utuh.

“Apakah korban [istri] hanya membela diri ataukah ada kekerasan yang berulang dilakukan suami ataukah tindakan istri terjadi secara spontan akibat trauma kekerasan yang dialaminya,” jelas Tabrani.

Atas dugaan pelanggaran prosedur itu, LBH Marimoi mengajukan permohonan praperadilan ke Pengadilan Negeri Tobelo. Mereka berpendapat penetapan tersangka Wulan tidak memenuhi ketentuan Pasal 1 angka 2 KUHP dan melanggar asas perlindungan terhadap korban.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter