Puluhan nelayan di Ternate menggelar aksi protes di depan Kantor Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate, Senin, 14 Juli 2025 pagi. Mereka menuntut kejelasan dan transparansi atas penerapan kebijakan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) pasca produksi yang dianggap membingungkan dan belum pernah disosialisasikan secara langsung.
Irawan Umar, koordinator aksi, mengatakan nelayan di Maluku Utara belum memahami detail kebijakan yang diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 85 Tahun 2021 serta Permen KP Nomor 17 Tahun 2024.
Ia menilai regulasi tersebut diberlakukan tanpa melalui proses partisipatif yang melibatkan nelayan sebagai pihak terdampak langsung. “Tidak sosialisasi,” kata Irawan kepada Kadera, usai aksi pagi tadi.
Ia menekankan pentingnya pelibatan nelayan dalam penyusunan regulasi. Menurutnya, kondisi geografis dan sosial nelayan di Maluku Utara sangat berbeda dengan daerah lain seperti Jawa yang sering dijadikan rujukan.
“Kalau pengkajian itu libatkan torang [kami] supaya merata dia punya aturan. Jangan semena-mena ambil contoh sampel di jawa, dan kasih sama dengan torang,” jelas Irawan.
Menanggapi aksi tersebut, Kamaruddin, Kepala PPN Ternate, menjelaskan bahwa PNBP pasca produksi telah diberlakukan sejak 2023, berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 9 Tahun 2018, PP Nomor 85 Tahun 2021, dan regulasi teknis lainnya. Namun, ia mengakui bahwa masih banyak nelayan yang salah paham terkait mekanisme perhitungan PNBP.
“PNBP Pasca produksi yang sudah diberlakukan tahun 2023 lalu…Kita sebagai petugas hanya memantau keakuratan data laporan produksi itu,” ujarnya.
Untuk kapal penangkap ikan di bawah 60 GT, tarif PNBP ditetapkan 5 persen, sementara untuk kapal di atas 60 GT sebesar 10 persen. Besaran pungutan dihitung berdasarkan harga acuan ikan saat didaratkan. Misalnya, jika ikan cakalang dihargai Rp9.500 per kilogram, maka nilai PNBP-nya adalah Rp475 per kilogram.
Namun, nelayan menilai skema ini belum mempertimbangkan kondisi lapangan seperti cuaca ekstrem, fluktuasi harga ikan, hingga akses pasar. Irawan menyebut, bila tak ada kejelasan dalam waktu dekat, nelayan akan menggelar aksi lanjutan.
Kamaruddin menyatakan pihaknya telah melakukan dialog saat aksi berlangsung dan akan meneruskan aspriasi nelayan ke pimpinan.
“Ini akan perbaiki ke depan. Kemudian kami juga akan melaporkan ke pimpinan dalam mempertimbangkan kondisi kita di Maluku Utara yang wilayahnya kepulauan dan cuacanya sangat dinamis,” ucapnya.
Hingga kini, nelayan masih menanti kepastian dan kejelasan teknis dari pemerintah pusat terkait kebijakan tersebut. Mereka berharap evaluasi kebijakan mempertimbangkan keadilan fiskal dan kondisi riil di lapangan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.