Yayasan Aksi Kelola Ekosistem (AKE) Maluku Utara menginisiasi diskusi publik bertajuk “Ancaman Nyata Pulau-Pulau Kecil: Antara Ekonomi, Masyarakat, dan Ekologi” pada Sabtu malam, 26 Juli 2025, di Kedai Mambo, Kelurahan Sasa, Kota Ternate. Diskusi ini menyoroti makin kritisnya kondisi pulau-pulau kecil, nasib masyarakat setempat, dan perlu adanya perhatian serius.
Arman Ahmad, Direktur Yayasan AKE Maluku Utara, menjelaskan bahwa pulau-pulau kecil di Maluku Utara, terutama pada remote area atau daerah yang sulit dijangkau masih terdapat beberapa kekurangan, seperti pelayanan infrastruktur, kebutuhan listrik, dan air bersih. Ia mencontohkan kunjungannya ke wilayah Bacan, Halmahera Selatan.
“Kemarin saya ke salah satu pulau di daerah Bacan, itu listrik juga belum ada, bahkan kebutuhan air juga belum tersedia, mereka harus [pergi] berkilo-kilo dengan jerigen untuk ambil (air) di pulau tetangga,” tutur Arman.
Arman menyebutkan, pulau-pulau kecil di Maluku Utara memiliki potensi perikanan yang luar biasa. Namun akses kebutuhan dan pelayanan perikanan bagi nelayan-nelayan kecil masih diabaikan oleh pemerintah daerah.
“Perubahan iklim juga menjadi ancaman terhadap pulau-pulau kecil, karena berdampak pada perubahan suhu dan kehidupan biota laut,” tambah Arman.
Sementara itu, Faisal Ratuela, Direktur Eksekutif Walhi Maluku Utara, menjelaskan penyebab wilayah tangkapan ikan yang semakin jauh, khususnya nelayan yang berada di pulau-pulau kecil, karena meluasnya industri pertambangan yang semakin merusak ekosistem.
Tak hanya itu, ia mengaku kebijakan pemerintah pusat yang secara parsial dalam konteks pulau-pulau kecil, tidak pernah memadukan kebutuhan masyarakat yang notabene adalah masyarakat pesisir.
“Jika cara framing dari orang-orang di pemerintahan pusat melihat pembangunan itu ke daratan. Maka nilai, gagasan, dan kekritisan pulau-pulau kecil dan pesisir itu akan diabaikan,” ujar Faisal Ratuela.
Sementara itu Hendra Kasim, Direktur Pandecta, menyebutkan pulau-pulau kecil yang dijelaskan secara jelas dalam regulasi memang tak boleh adanya kegiatan pertambangan.
Pulau-pulau kecil dengan luas kurang dari 2.000 km² tidak boleh ditambang. Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU PWP3K) dan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 35/PUU-XXI/2023 memperkuat larangan ini.
“Di situ tertulis secara tegas melarang kegiatan pertambangan yang dapat menimbulkan kerusakan lingkungan, pencemaran lingkungan, dan merugikan masyarakat sekitar di pulau-pulau kecil,” paparnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.