Himpunan Mahasiswa Taliabu (HMT) Cabang Ternate mengecam keras tindakan Pemerintah Provinsi Maluku Utara yang dinilai mengabaikan keberadaan Kabupaten Pulau Taliabu dalam dokumen Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) 2025–2029.
Ketiadaan penyebutan eksplisit terhadap Taliabu dalam program-program prioritas provinsi dinilai sebagai bentuk penghilangan struktural dan diskriminasi administratif yang serius.
“Sebagai bagian sah dari Provinsi Maluku Utara, Kabupaten Pulau Taliabu memiliki hak konstitusional untuk diakui secara adil dalam proses perencanaan dan alokasi pembangunan. Namun faktanya, RPJMD justru menunjukkan kecenderungan eksklusi wilayah, seolah-olah Taliabu bukan bagian dari peta pembangunan provinsi,” ujar Ketua HMT Cabang Ternate, Angriani, saat dihubungi Kadera.id, Kamis, 31 Juli 2025.
Menurutnya, tidak tercantumnya Taliabu dalam dokumen RPJMD bukan sekadar kelalaian administratif. “Ini adalah bentuk pengabaian sistemik terhadap daerah yang justru membutuhkan perhatian lebih dalam konteks ketimpangan wilayah dan keadilan spasial,” jelas Angriani.
Selain permasalahan RPJMD, HMT juga menyoroti belum disalurkannya Dana Bagi Hasil (DBH) secara penuh kepada Kabupaten Pulau Taliabu. Mereka menilai, pernyataan Gubernur Maluku Utara, Sherly Tjoanda, yang menyebut bahwa masing-masing kabupaten/kota telah menerima Rp15 miliar, tidak sesuai dengan kenyataan.
Angriani memaparkan bahwa pada April 2025, Komisi II DPRD Kabupaten Pulau Taliabu bersama Bagian Pendapatan Daerah telah menemui langsung Pemprov Maluku Utara untuk membahas tunggakan DBH. Dalam pertemuan tersebut disepakati bahwa utang DBH kepada Pemkab Taliabu per 31 Desember 2024 mencapai lebih dari Rp36 miliar.
“Hingga saat ini, utang tersebut belum dibayarkan sepenuhnya, dan tidak ada transparansi resmi dari Pemprov terkait penyalurannya. Ini merupakan bentuk pengingkaran terhadap hak fiskal daerah dan pelanggaran terhadap prinsip transparansi serta akuntabilitas keuangan daerah,” tegasnya.
Ia menambahkan, pernyataan gubernur yang bertolak belakang dengan fakta merupakan preseden buruk dalam tata kelola pemerintahan. “Ini bukan sekadar kegagalan administratif, melainkan berpotensi menjadi kebohongan politik yang merugikan rakyat Taliabu,” tambah Ketua Umum HMT.
HMT Cabang Ternate menilai, pengabaian ini bukan hanya persoalan teknis, melainkan masalah struktural yang berdampak pada ketimpangan pembangunan, pengucilan wilayah, dan pelanggaran terhadap semangat otonomi daerah.
Tuntutan HMT Cabang Ternate
- Mendesak revisi RPJMD Provinsi Maluku Utara agar secara eksplisit memuat program pembangunan untuk Kabupaten Pulau Taliabu dan Kepulauan Sula, sesuai prinsip keadilan spasial.
- Menuntut pertanggungjawaban Gubernur Maluku Utara atas pernyataan publik yang tidak sesuai fakta terkait penyaluran Dana Bagi Hasil.
- Mendukung langkah DPRD dan Pemkab Taliabu dalam menuntut hak fiskal dan mengawal proses pembayarannya hingga tuntas, termasuk melalui jalur hukum dan lembaga pengawasan.
- Melakukan konsolidasi, kajian hukum, dan advokasi publik guna mendesak pertanggungjawaban Pemprov atas dugaan pengabaian sistemik ini.
- Mengajak seluruh elemen masyarakat, akademisi, tokoh adat, dan pemuda Taliabu untuk bersatu menolak segala bentuk marginalisasi birokratis yang terus berulang.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.