Proyek pembangunan Jembatan Talo 3 di Desa Talo, Kecamatan Taliabu Barat, hingga kini belum juga rampung. Berdasarkan pantauan reporter Kadera.id pada Rabu, 6 Agustus 2025, proyek yang dibiayai melalui anggaran darurat senilai Rp200 juta itu masih terbengkalai.

Kondisi ini menyulitkan aktivitas warga. Pengendara roda dua dan empat yang membawa muatan berat terpaksa menggunakan jalan darurat di sisi jembatan. Namun, jalan alternatif tersebut kini rusak parah akibat hujan deras beberapa hari terakhir. Jalan yang becek dan berlubang membuat akses warga semakin terganggu.

Lambatnya penyelesaian proyek menjadi sorotan publik. Sekretaris GP Ansor Kabupaten Pulau Taliabu, La Ode Saiful Hendra, menilai bahwa keterlambatan penyelesaian jembatan berdampak langsung pada akses perekonomian masyarakat, khususnya yang melakukan aktivitas jual beli ke Ibu Kota Kabupaten, Bobong.

“Infrastruktur dasar seperti jalan dan jembatan masih menjadi pekerjaan rumah besar bagi pemerintah daerah. Kelayakan infrastruktur sangat menentukan kelancaran perputaran ekonomi masyarakat kecil,” ujar Hendra.

Ia mencontohkan, keterlambatan pembangunan jembatan penghubung Desa Talo dan Holbota sangat memengaruhi mobilitas warga, termasuk untuk kebutuhan kesehatan.

“Setiap warga yang ingin berobat ke kota harus berpikir dua kali karena akses jalan tidak memadai. Padahal proyek ini dijadwalkan selesai pada 2024, tapi hingga pertengahan 2025 masih belum tuntas,” tambahnya.

Mantan Ketua PKC PMII Maluku Utara itu juga menuding pemerintah daerah tidak serius dalam menugaskan pihak kontraktor. Ia menilai proyek dikerjakan asal-asalan dan berdampak langsung pada kehidupan masyarakat.

“Kami menduga pemerintah sengaja membiarkan akses transportasi terputus agar masyarakat terbiasa hidup dalam keterbatasan. Padahal di saat yang sama, arus investasi modal dan kapitalisme ekstraktif justru meningkat di berbagai wilayah. Ketimpangan ini bisa memicu reaksi dan resistensi,” tegas Hendra.

Ia mendesak Bupati Pulau Taliabu untuk segera mengevaluasi seluruh proyek daerah yang mangkrak.

“Kami minta Bupati mengevaluasi pihak rekanan yang belum menyelesaikan proyek sesuai waktu. Kami juga meminta DPRD agar serius mengawasi seluruh proyek, bukan hanya yang bernilai besar. Contohnya Jembatan Talo-Holbota. Meski hanya bernilai Rp200 juta, dampaknya sangat besar bagi warga. Ini juga mencederai janji politik Bupati tentang infrastruktur dasar, baik untuk transportasi, informasi, maupun kesehatan,” ujarnya.

Sementara itu, pihak rekanan dari CV Triasa Mandiri, Nangsi Mus, saat dikonfirmasi pada Minggu, 13 Juli 2025, mengakui adanya keterlambatan pengerjaan. Namun ia menyatakan proyek masih terus berjalan dan menargetkan penyelesaian dalam waktu sepuluh hari sejak pernyataan tersebut disampaikan.