“ Tugas seorang jurnalis dengan tugas seorang literasi adalah menyampaikan pesan dan kabar.”. Kang Maman Suherman, Aktivis Literasi.

AKTIVITAS literasi membawa dampak besar bagi siapa saja. Melalui literasi, kita mengenal dunia lewat membaca, dan dikenal dunia lewat menulis. Namun, pemahaman tentang literasi saat ini telah berkembang jauh. Literasi bukan lagi sekadar membaca dan menulis, tetapi juga mencakup kemampuan berpikir kritis, memahami informasi, bernalar, dan menguasai bidang tertentu yang menunjang kehidupan seseorang, termasuk dalam dunia kerja.

Pemahaman ini juga pernah ditekankan oleh Najwa Shihab, wartawan sekaligus Duta Baca Indonesia periode 2016–2021. Najwa menyampaikan bahwa literasi adalah kunci untuk memahami dunia secara utuh, bukan hanya dari teks, tetapi juga dari konteks dan makna di balik informasi.

Jika dilihat lebih dalam, tugas jurnalis memiliki benang merah yang kuat dengan semangat literasi. Jurnalis bertugas meliput, memverifikasi, dan melaporkan informasi yang faktual kepada publik. Dari proses inilah, produk jurnalistik yang berkualitas bisa lahir—baik melalui media cetak maupun digital yang pada akhirnya memberi pencerahan dan pengayaan informasi kepada masyarakat.

Baca Juga:Sang Nabi

Kesamaan misi antara jurnalis dan pegiat literasi ini juga pernah diungkapkan oleh Kang Maman Suherman, aktivis literasi sekaligus wartawan senior. Bahwa, baik jurnalis maupun penggiat literasi memiliki peran utama sebagai penyampai pesan dan kabar, yang tujuan akhirnya adalah memberikan pencerahan dan memperluas wawasan publik.

Literasi sebagai Pondasi Jurnalisme

Saya masih mengingat pesan seorang wartawan senior Maluku Utara, Ismit Alkatiri, yang pernah menyampaikan bahwa jika dosen memberi pemahaman dalam ruang kelas kepada mahasiswa, maka jurnalis memberi pemahaman secara luas kepada publik. Artinya, jurnalis memiliki tanggung jawab yang besar dalam menjaga kualitas informasi yang disampaikan.

Namun, muncul pertanyaan yang krusial: bagaimana mungkin seorang jurnalis bisa memberi wawasan jika ia sendiri jauh dari kegiatan literasi? Jika jurnalis jarang membaca, menulis di luar tuntutan berita, atau menggali referensi dari berbagai sumber, tentu kualitas laporan yang dihasilkan pun akan stagnan, bahkan menurun.

Baca Juga:Gas Air Mata

Sebagai jurnalis, saya menyadari bahwa ini merupakan tantangan nyata, apalagi dengan rutinitas kerja yang padat dan beragam aktivitas di luar profesi. Tapi justru karena itulah penting bagi kita untuk terus menjaga semangat literasi, meski sekadar meluangkan waktu membaca buku, artikel, atau referensi yang relevan. Pemahaman yang luas akan tercermin dalam tulisan yang tajam, jernih, dan berdampak.

Akhirnya, saya mengajak rekan-rekan sesama jurnalis untuk menjadikan literasi sebagai fondasi dan napas dalam menjalankan tugas. Jadilah jurnalis yang bukan hanya menyampaikan kabar, tapi juga menghadirkan pencerahan lewat tulisan yang mencerahkan. Mari kita gelorakan literasi, dan jadikan diri kita sebagai role model dalam menyebarkan pengetahuan.[]

Sofyan Togubu adalah seorang jurnalis dan pegiat literasi di Maluku Utara