Aktivitas dua perusahaan tambang besar, PT Adidaya Tangguh (ADT) dan PT Bintani Mega Indah (BMI), di Kabupaten Pulau Taliabu, mendapat sorotan publik belakangan ini. Warga menilai pengelolaan program Corporate Social Responsibility (CSR) oleh kedua perusahaan tersebut tidak transparan dan belum menyentuh kebutuhan mendasar masyarakat.
Selain persoalan CSR, masyarakat juga mengeluhkan pembuangan limbah tambang yang diduga tidak sesuai dengan prosedur. Hal ini dikhawatirkan akan berdampak pada lingkungan dan kesehatan warga di sekitar area tambang. Sejumlah tanaman milik warga di beberapa desa bahkan dilaporkan mati akibat tercemar limbah.
Dari sisi manfaat, hingga kini program CSR belum dirasakan secara nyata oleh masyarakat, terutama dalam sektor pendidikan, kesehatan, dan pembangunan rumah ibadah. Padahal, perusahaan seharusnya turut berkontribusi terhadap pembangunan daerah serta Pendapatan Asli Daerah (PAD) melalui program-program yang berdampak langsung.

Menanggapi hal ini, Sekretaris Jenderal Pengurus Besar Himpunan Mahasiswa Taliabu (PB-HMT), Abdul Nasar Rachman, angkat bicara. Ia menilai kehadiran dua perusahaan tambang raksasa yang mengeruk kekayaan alam Pulau Taliabu belum sebanding dengan manfaat yang diberikan kepada masyarakat.
“Sebagai generasi Taliabu, kami mempertanyakan pengelolaan CSR yang dilakukan oleh PT ADT dan PT BMI sejak awal beroperasi. Menurut kami, pelaksanaannya tidak efektif dan minim transparansi. Pembangunan di sektor kesehatan, pendidikan, serta pemberdayaan masyarakat nyaris tidak dirasakan. Sementara aktivitas eksploitasi tambang terus berlangsung,” ungkap Nasar, kepada Kadera.id, Sabtu, 16 Agustus 2025.
Ia juga mendesak pemerintah daerah agar lebih serius mengawal persoalan ini. Menurutnya, pemda harus mendorong perusahaan untuk memberikan laporan yang jelas terkait pengelolaan CSR serta menindaklanjuti kerusakan lingkungan yang telah terjadi.
“Kami juga mempertanyakan secara detail berapa besar hasil kekayaan alam yang telah dikeruk oleh PT ADT dan PT BMI, baik per detik, menit, jam, bulan hingga tahunan. Selama ini, masyarakat tidak mengetahui secara pasti nilai dari sumber daya alam yang diambil dari tanah mereka sendiri,” lanjutnya.
Nasar menegaskan, perusahaan seharusnya memberikan kontribusi nyata terhadap PAD serta memastikan CSR dijalankan secara optimal. Ia menyebut CSR seharusnya bukan sekadar formalitas, tetapi benar-benar memberi manfaat langsung, seperti pembangunan puskesmas, sekolah, rumah ibadah, hingga program pemberdayaan ekonomi masyarakat.
Lebih lanjut, ia menyoroti laporan masyarakat tentang pengelolaan limbah tambang yang tidak sesuai dengan standar operasional prosedur (SOP), yang berpotensi membahayakan kesehatan warga.
“Ada banyak laporan warga yang menyebutkan bahwa limbah perusahaan dikelola secara sembarangan. Ini sangat berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Perusahaan harus bertanggung jawab atas hal ini,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.