Limbah ikan di Pasar Perikanan Bastiong, Ternate Selatan, Kota Ternate, dikelola dengan cara manual. Lima drum digunakan sebagai wadah fermentasi sisa ikan dan akan dimanfaatkan sebagai pupuk tanaman. Biaya pengelolaan limbah secara manual perbulan Rp1,5 juta.

Suaib Umar, Koordinator Lapangan (K5) Pelabuhan Perikanan Nusantara (PPN) Ternate, mengatakan pengelolaan limbah dengan cara difermentasi tersebut baru kali pertama dilakukan. Selain itu, sebagian dari limbah ikan di pasar akan ditimbun. Inisiatif ini dilakukan, lanjutnya, pasca adanya pemberitaan soal limbah ikan di Pasar Perikanan Bastiong dibuang ke laut.

“Setelah adanya pemberitaan, kita tindaklanjuti dengan membuat wadat tempat fermentasi ikan. Ini baru kali pertama dilakukan,” katanya kepada  Kadera saat menyambangi tempat fermentasi limbah ikan, di kawasan Pelabuhan Perikanan Bastiong, pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Ia menjelaskan, sisa ikan dari pasar diangkut dua kali dalam sehari. Pagi dan sore. Lantas, difermentasiselama dua pekan. Setelah itu, langsung digunakan untuk pupuk tanaman. Kata dia, belum ada hasil dari fermentasi sisa ikan. Karena masih sementara dalam proses.

“Kalau sesuai dengan aturannya maksimal 14 hari difermentasi untuk dijadikan sebagai pupuk. Anggaran perbulan ditaksir sekitar Rp1.500.000. Karena per hari bisa angkut limbah ikan 30-60 kilogram. Jumlah limbah menyesuaikan dengan tingkat pembeli di pasar,” ungkapnya.

Suaib mengaku, pihaknya belum berniat untuk menjual limbah ikan hasil fermentasi tersebut. Karena masih fokus pada tanaman yang ada di kawasan kerja mereka.

Ia berharap, upaya yang dilakukan akan tetap berjalan. Dan, alat-alat pengelolaan limbah yang memadai bisa diadakan, kendati efisiensi anggaran.

“Harapannya ke depan kita kalau bisa mungkin dengan adanya langkah ini mungkin ada alat-alat yang memadai,” pungkasnya.

La Ode Zulmin
Reporter