Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Dewan Brigade Nusantara (BRINUS) Provinsi Maluku Utara bekerja sama dengan Badan Pembinaan Ideologi Pancasila (BPIP) Republik Indonesia menggelar diskusi publik di Pendopo Kesultanan Tidore.
Diskusi tersebut bertajuk “Penguatan Relawan Gerakan Kebijakan Pancasila kepada Masyarakat”, dan menghadirkan sejumlah narasumber penting, yakni Akademisi Unkhair Ternate Dr. Syahrir Ibnu, Direktur Jaringan dan Pembudayaan BPIP RI Toto Purbiyanto S.Kom, MTI, serta Ketua Komisi II DPRD Kota Tidore Kepulauan, Ardiansyah Fauzi.
Dalam pemaparannya, Dr. Syahrir Ibnu menyampaikan bahwa BRINUS berupaya mendorong artikulasi Pancasila sebagai bagian dari perjuangan, semangat, dan roh kebangsaan.
“Sebagai akademisi dan pelaku gerakan sosial, saya menjamin bahwa Pancasila bukan hanya sesuatu yang harus diperjuangkan, tetapi sudah menjadi bagian yang melekat dalam diri setiap manusia,” ujarnya.
Menurutnya, negara ini dibingkai oleh Pancasila dan kearifan lokal. Oleh karena itu, tugas kita bukan sekadar menjaga Pancasila, tetapi juga merawat, membela, serta meneladankan nilai-nilainya, terutama di tengah krisis keteladanan dalam kepemimpinan.
Syahrir menambahkan bahwa eksistensi Pancasila kini menghadapi turbulensi global. Demokrasi yang berjalan tanpa ketokohan menyebabkan nilai-nilai Pancasila kerap hanya menjadi slogan, tanpa implementasi nyata. Ia juga menyoroti kondisi hukum di Indonesia yang sering kali dipandang bukan lagi sebagai alat keadilan, melainkan alat kekuasaan.
“Di usia 80 tahun Indonesia, kita harus berada di garda terdepan untuk membanggakan bangsa ini. Maluku Utara, dengan kekayaan alamnya, khususnya nikel, telah menjadi penopang energi dunia. Bahkan, ‘sang baterai dunia’ kini berada di Halmahera,” tegasnya.
Ia juga menyampaikan bahwa kontribusi Maluku Utara terhadap negara tidak hanya dari sumber daya manusia, tetapi juga dari pengorbanan sumber daya alam demi mengangkat harkat Pancasila.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPRD Tidore Kepulauan, Ardiansyah Fauzi, menyampaikan bahwa gagasan-gagasan dalam Pancasila sebenarnya telah lebih dahulu hadir dalam sistem nilai dan pemerintahan lokal, bahkan sebelum teori-teori politik Barat muncul.
“Jauh sebelum Montesquieu menulis tentang trias politika atau John Locke menulis tentang pembagian kekuasaan, 251 tahun lalu Sultan Saifuddin dari Tidore sudah merumuskan dasar falsafah dan demokrasi lokal masyarakat Tidore,” jelasnya.
Ia menyebut, jika saja Soekarno diasingkan ke Pulau Maitara (bukan Ende), maka bukan tidak mungkin nilai-nilai lokal yang telah dirumuskan Sultan Saifuddin 521 tahun lalu akan menjadi inspirasi langsung dalam penyusunan Pancasila.
“Ketika orang bicara Pancasila dan toleransi, leluhur kami di Tidore sudah lama mempraktikkannya. Dan dalam sejarahnya, Tidore tidak pernah berkhianat kepada negara,” tandasnya.
Direktur Jaringan dan Pembudayaan BPIP RI, Toto Purbiyanto, dalam kesempatan itu juga mengajak masyarakat memaknai lagu kebangsaan Indonesia Raya sebagai bentuk penghargaan terhadap Pancasila.
“Jika kita pahami lirik Indonesia Raya, maknanya sangat dalam. Kita bersatu untuk bahagia, dan berjanji untuk abadi agar tidak terpecah belah,” katanya.
Ia juga mengajak masyarakat untuk tetap bersyukur dan terus melangkah maju meskipun dihadapkan pada berbagai dinamika dan persoalan bangsa.
Ketua Brigade Nusantara Maluku Utara, Sukardi Khihusen, menjelaskan bahwa kegiatan ini merupakan kali kedua setelah sebelumnya digelar di Pulau Morotai.
“Penguatan relawan ini bertujuan memperkuat dan mendekatkan masyarakat dengan nilai-nilai Pancasila agar dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari,” pungkasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.