Bentang alam karst di Desa Sagea, Kecamatan Weda Utara, Halmahera Tengah, Maluku Utara, kini menghadapi ancaman serius. Kawasan yang dikenal sebagai salah satu kantong air terbesar di Pulau Halmahera itu masuk dalam peta ekspansi industri nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park.

Mardani Legaelol, juru bicara Save Sagea sekaligus warga setempat, mengatakan operasi tambang batu gamping di sekitar Sagea bisa menghancurkan sistem karst yang selama ini menjadi sumber kehidupan warga. Batu gamping itu, menurutnya, diduga akan dipasok ke IWIP sebagai bahan pemurnian nikel.

“Jika karst Sagea dirusak, habis sudah sumber air warga. Sebab, ribuan orang menggantungkan kehidupan dari mata air Sungai Sagea,” jelas Mardani.

Ancaman terhadap karst Sagea mencuat seiring menguatnya PT IWIP sebagai kawasan industri strategis. Sejak beroperasi pada 2018, tepat hari ini, tujuh tahun lalu, IWIP terus diberi karpet merah dari pemerintah dengan masuk sebagai proyek strategis nasional, objek vital nasional, hingga masuk dalam prioritas hilirisasi sumber daya alam di Rencana Pembangunan Jangka Menegah (RPJMN) 2025-2029.

Luas kawasan industri IWIP juga meningkat dari 4.027 hektar menjadi 13.784 hektar berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Halmahera Tengah 2024-2043. Perluasan itu merangsek hingga ke wilayah Weda Timur dan Patani Barat, yang terus memicu konflik lahan, mencemari sungai, hingga melenyapkan ruang hidup warga.

“Kami mendesak agar izin tambang nikel dan batu gamping di wilayah bentang karst Sagea dicabut. Kawasan itu bukan tempat penambangan, tetapi benteng air. Kalau pemerintah biarkan kerusakan terjadi terus menerus, artinya membiarkan warga menderita kehilangan ruang hidup,” jelas Mardani.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter