Daulat Perempuan dan Anak (Daurmala) Maluku Utara menyoroti tindakan kekerasan aparat kepolisian yang menimpa perempuan dan anak dalam rangkaian demonstrasi di sejumlah daerah. Mereka meminta Kapolda Maluku Utara evaluasi anggotanya yang bertugas di lapangan.

Dalam aksi demonstrasi bubarkan Dewan Perwakilan Rakyat di Kota Ternate, pada Senin, 1 September 2025, seorang perempuan demonstran dipukul di bagian kepalanya hingga hijabnya terlepas. Pada hari yang sama, tiga anak di bawah umur ditangkap dan diduga mengalami kekerasan dari aparat sebelum akhirnya dibebaskan.

Sehari setelahnya, Selasa, 2 September 2025, seorang aktivis perempuan HMI di Bacan mengalami luka di pelipis mata akibat pemukulan polisi. Di hari yang sama, aktivis perempuan PMII Bacan juga mengalami kekerasan dari Satpol PP hingga luka di tangan.

“Bentuk kekerasan terhadap perempuan maupun anak, apalagi dilakukan aparat kepolisian tidak dibenarkan. Kekerasan itu tidak dibenarkan dalam situasi apapun, termasuk perempuan dan anak,” jelas Nurdewa Safar, Direktur Daurmala Maluku Utara, kepada Kadera, Kamis, 4 September 2025.

Menurut Dewa, perempuan yang turun ke jalan membawa tuntutan keadilan dan kesejahteraan justru diperlakukan represif. Ia menilai, kekerasan tersebut merupakan upaya membungkam ruang demokrasi. Padahal, perlindungan terhadap perempuan sudah di atur dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Dewa menegaskan, aparat yang terbukti melakukan kekerasan harus diproses sesuai hukum. Ia juga mendesak Kapolda Maluku Utara untuk mengambil langkah evaluasi terhadap anggotanya.

“Kapolda terkait dengan anak buah yang bertugas di lapangan harus dievaluasi atas tindakan yang mereka lakukan saat bertugas,” tegasnya.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter