Puluhan tahun limbah tulang dan sisa daging sapi dari Pasar Higienis Bahari Berkesan, Ternate Tengah, Kota Ternate, dibuang begitu saja ke laut. Alih-alih menyandang predikat higienis, pasar itu justru menimbulkan masalah lingkungan yang serius.
Much. Hidayah Marasabessy, dosen program studi Kehutanan, Fakultas Pertanian, Universitas Khairun, menilai persoalan ini menunjukkan lemahnya kinerja pemerintah kota, khususnya Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperidang) serta Dinas Lingkungan Hidup (DLH).
“Jika terjadi saling lempar tanggung jawab, artinya OPD Pemkot tidak menjalankan tugas dan fungsinya masing masing. [Padahal] merekalah yang harus melakukan pengelolaan juga pemantauan secara berkala, selama pasar tersebut masih beraktivitas,” kata Hidayah kepada Kadera, Rabu, 10 September 2025.
Menurut dia, sisa tulang dan daging yang menumpuk di dasar laut berpotensi mencemari ekosistem pesisir. Biota laut terganggu, terlebih limbah itu bercampur dengan sampah non-organik seperti plastik.
“Kalau biota laut sudah tercemar, otomatis yang dikonsumsi manusia juga ikut tercemar mikroplastik,” jelas Hidayah.
Padahal, lanjut Hidayah, limbah tulang sapi bisa dimanfaatkan. Kandungan kalsium yang tinggi bisa diolah menjadi material organik. Selain kalsium, ada juga sulfur, magnesium, dan unsur organik lainnya yang seharusnya bisa dimanfaatkan, katanya.
Hidayah menekankan bahwa pengelolaan pasar dan sampahnya adalah domain Disperindag, sementara DLH bertugas melakukan pemantauan. Jika dua perangkat daerah itu saling lempar tanggung jawab, jelas fungsi mereka tidak berjalan.
Menurut Hidayah, masalah itu mestinya diantisipasi sejak awal melalui dokumen lingkungan seperti UKL-UPL maupun Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal).
“Sudah saatnya dilakukan pengelolaan sesuai dengan dokumen lingkungan yang telah disusun. Jika belum ada izin lingkungan, dari kegiatan yang berdampak penting bagi lingkungan dapat dibuat mengikuti regulasi yang berlaku. Selain itu dari masyarakat bisa lakukan class action dari fenomena yang ada,” ungkapnya.
Muhammad Syafe’i, Kepala DLH Kota Ternate, mengaku belum mengetahui detail dokumen lingkungan Pasar Higienis karena dokumen itu diterbitkan sejak saat pembangunan pasar sekitar tahun 2010 atau 2011.
“Dokumen UKL-UPL maupun Amdal-nya, itu ditanyakan PU yang bangun.
Karena setahu saya sudah cukup lama dari periode pertama, tahun 2010 atau 2011. Namun, pasti ada dokumen lingkungan saat pembangunan,” kata Syafe’i diruang kerjanya, Kamis, 11 September 2025.
Namun ia sepakat persoalan limbah harus segera dicarikan solusi. Ia mendorong Disperindag sebagai pengelola pasar menyusun standar operasional prosedur (SOP) pengelolaan lingkungan.
“Mereka (Disperindag) wajib bikin SOP. Bukan cuma pungut retribusi dari pedagang, tapi SOP lingkungan juga harus ada. Idealnya, kalau ada pihak ketiga yang mau mengelola (limbah sisa daging dan tulang sapi),” jelasnya.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.