Munculnya sebuah paket proyek jalan dalam Rencana Umum Pengadaan (RUP) Pemkab Pulau Taliabu menuai tanda tanya besar. Proyek senilai Rp3,3 miliar itu sebelumnya tidak tercantum dalam Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA), namun diduga sudah mulai dikerjakan di lapangan bahkan sebelum proses tender resmi dilakukan.

Belakangan diketahui, proyek tersebut disisipkan ke dalam Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA-PPAS) Perubahan, dan kemudian dimunculkan dalam RUP, meskipun Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang APBD Perubahan belum disahkan DPRD.

Ketua Komisi III DPRD Pulau Taliabu, Budiman L Mayabubun, saat dikonfirmasi, Senin, 22 September 2025, menyebut adanya indikasi niat tidak baik dari Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR). Ia menegaskan bahwa dalam pembahasan KUA-PPAS Perubahan, paket pekerjaan tersebut tidak pernah dibicarakan.

“Khusus untuk ruas jalan Nggele–Balohang, tidak ada pembahasan dalam KUA-PPAS. Bahkan ada pihak yang mengaku proyek itu tidak perlu dibayar dari APBD. Jika tetap dianggarkan, ini bisa menjadi persoalan hukum,” tegas Budiman.

Menurutnya, proyek yang sudah mulai dikerjakan tanpa dokumen perencanaan dan tanpa dasar hukum APBD jelas melanggar aturan. Apalagi, jika diakui oleh kontraktor bahwa pekerjaan tersebut tidak perlu dibayar.

“Kalau tetap disisipkan dalam RUP, itu melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah. Setiap pengeluaran daerah wajib mendapat persetujuan DPRD melalui APBD. Ranperda APBD Perubahan saja belum dibahas, kok proyek ini sudah muncul di RUP? Ini pasti ada niat lain,” ujar Budiman.

Ia menambahkan, berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 16 Tahun 2018 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah, sebuah paket pengadaan hanya boleh diumumkan dalam RUP jika sudah tercantum dalam DPA yang sah.

Lebih lanjut, Budiman mengutip Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara, yang menyatakan bahwa belanja daerah tanpa dasar hukum APBD merupakan pelanggaran prinsip legalitas anggaran.

“Kalau Kadis PUPR tetap memaksakan proyek ini, maka itu jelas melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor),” tegas politisi PDI Perjuangan itu.

Budiman juga menilai praktik ini sebagai bentuk rekayasa anggaran. “Jika proyek sudah berjalan tanpa DPA, lalu tiba-tiba muncul di RUP, itu jelas melanggar hukum. DPRD tidak pernah menyetujui proyek tersebut,” katanya.

Ia mengingatkan bahwa manipulasi dalam penyusunan RUP bukan hanya pelanggaran administratif, tetapi juga bisa masuk ke ranah pidana jika terbukti merugikan keuangan negara.

“Kalau proyek dikerjakan duluan, lalu diakomodasi belakangan dalam anggaran, itu adalah penyalahgunaan kewenangan. Jika mengakibatkan kerugian negara, maka masuk kategori Tipikor,” tandas Budiman.

Untuk itu, ia kembali mengingatkan Bupati Pulau Taliabu agar tidak membiarkan praktik seperti ini terjadi lagi. Selain melanggar hukum, hal ini juga sangat merugikan keuangan daerah karena dilakukan tanpa perencanaan yang matang.