Komisi II dan III DPRD Kota Ternate memanggil Dinas Lingkungan Hidup (DLH) dan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) untuk membahas persoalan limbah tulang dan daging sapi di Pasar Higienis Bahari Berkesan, Ternate Tengah. Solusi sementara sebatas mengumpulkan limbah dan dibuang ke kontainer.

Muhammad Syaiful, Ketua Komisi III DPRD Kota Ternate, mengatakan pemanggilan ini merupakan tindak lanjut rapat gabungan komisi soal pengelolaan sampah di pasar.

“Itu tindak lanjut rapat gabungan komisi terkait pengelolaan sampah di pasar. Soal sampah di pasar, langsung konfirmasi ke Kadis DLH dan Disperindag,” kata Syaiful kepada reporter Kadera saat dikonfirmasi, Kamis, 2 Oktober 2025.

Nursidah Dj Mahmud, Kepala Disperindag Ternate, mengakui lemahnya pengawasan dan edukasi kepada pedagang. “Memang edukasi ke pedagang lemah di situ. Cara buang sampah itu sudah bisa diukur. Tidak bisa dipilah, dan tidak bisa kelola sampah sendiri,” kata Nursidah.

Disperindag dan DLH berencana menggandeng komunitas memilah dan mengolah sampah, sekaligus memberikan edukasi bagi pedagang. Namun solusi yang ditawarkan sementara masih sebatas mengumpulkan limbah daging dan tulang ke dalam karung untuk dibuang ke kontainer.

“Untuk sementara, solusi limbah sapi kita minta masukan ke karung dan diletakan ke kontainer supaya kita angkut. Kalau dari PU sudah bangun IPAL. Nanti air limbah masuk ke situ,” kata Muhammad Syafe’i, Kepala DLH Ternate.

Syafe’i menambahkan, ke depan perlu ada penanganan lebih spesifik, bahkan menggandeng pihak ketiga untuk mengolah limbah tersebut menjadi pakan hewan.

“Kita harap sebenarnya harus lebih spesifik dalma menangani limbah daging sapi dan ikan. Kalau bisa itu ada pihak ke tiga untuk mengolah itu. Sebenarnya itu limbah daging sapi dan ikan itu bahan bagus untuk pakan. Kan sayang kalau di buang. Cuman sementara untuk mengatasi itu kita kumpul saja, dan langsung buang,” jelas Syafe’i.

Pantauan lapangan pada September 2025 lalu menunjukkan sisa daging dan tulang sapi mengendap di dasar laut di sekitar pasar. Praktik pembuangan ke pesisir ini berlangsung selama puluhan tahun tanpa fasilitas pengelolaan. Meski berpotensi menimbulkan pencemaran, hingga kini penanganan masih belum berjalan maksimal.

Redaksi
Editor
La Ode Zulmin
Reporter