Sidang ketujuh kasus sebelas warga adat Maba Sangaji di Pengadilan Negeri Soasio Tidore, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Rabu, 1 Oktober 2025. Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (TAKI) menghadirkan saksi ahli hukum dan dua saksi meringankan untuk membela para terdakwa.
Aslan Hasan, akademisi yang dihadirkan sebagai saksi ahli, menilai penggunaan Undang-Undang Darurat Nomo 12 Tahun 1951 untuk menjerat warga adat tidak relevan lagi. Undang-undang itu, katanya, lahir dalam situasi konflik nasional tahun 1951 sehingga tidak tepat bila dipakai untuk kasus masyarakat adat.
Menurut Aslan, kepemilikan senjata tajam tergantung pada konteksnya. Terkadang, dalam situasi darurat, alat-alat itu penting untuk dilarang karena dikhawatirkan akan menjadi senjata untuk membuat kekacauan.
“Tetapi dalam kondisi normal, pemilikan benda tajam, barang tajam, apalagi berhubungan dengan aktivitas mata pencaharian, misalnya petani atau pemburu hewan di hutan, itu sesuatu yang bukan merupakan maksud dari undang-undang darurat,” jelas Aslan.
Undang-undang darurat, tambah Aslan, memang dimaksudkan jangan sampai alat atau benda tajam itu digunakan untuk melakukan kegiatan atau aktivitas yang membahayakan, sehingga terminologinya menggunakan kata “senjata”.
“Kalau alat tajam ini yang di pertanian digunakan untuk pertanian, itu bukan senjata namanya, itu memang alat-alat pertanian, alat tajam tapi fungsinya untuk kepentingan bertani dan lain-lain. Jadi dalam konteks itu sebenarnya pada akhirnya kita akan melihat pada alasan spesifik kenapa pemilikan benda semacam itu yang dalam kondisi normal, tidak bukan merupakan suatu kejahatan,” terang Aslan.
Wetub Toatubun, kuasa hukum warga, mengatakan senjata tajam yang dibawa warga bukan untuk mengancam, melainkan untuk kebutuhan sehari-hari saat ke hutan. Ia juga menyoal dakwaan jaksa menggunakan Pasal 162 Undang-Undang Pertambangan Mineral dan Batubara atau Minerba.
“Pasal ini merujuk pada kewajiban perusahaan menyelesaikan sengketa lahan lebih dulu. Warga hanya menanyakan kenapa tanah adat mereka dirampas,” kata Wetub.
Dua saksi meringankan, Nando dan Abdurahman, juga membantah tuduhan bahwa warga mengancam karyawan PT Position dan mengambil kunci alat berat dengan paksa. Menurut mereka, kunci diserahkan kembali secara baik-baik, bahkan sempat diabadikan dengan dokumentasi dan berjabat tangan.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.