Artikel ini merupakan bagian pertama dari seri tulisan berjudul Cara Licik Solway Group untuk Menguras Nikel di Guatemala.
Pengantar
Pembaca yang budiman, ada beberapa hal yang perlu Anda ketahui sebelum membaca seri tulisan ini.
Pertama: seperti tampak dari judulnya, tulisan ini mengungkap ulah licik dari perusahaan-perusahaan yang bernaung di bawah Solway Group dalam operasi penambangan nikel di Guatemala.
Kedua: Tulisan ini hampir sepenuhnya bersumber dari Forbidden Stories, sekumpulan media yang bekerja mengungkap praktek busuk perusahaan tambang. Artinya, merupakan curian, terjemahan, dan saduran dari sumber aslinya. Mencuri dan menyebarkan tulisan milik orang lain jelas tindakan yang salah. Tapi, menurut kami, kejahatan sepele itu tak ada artinya dibandingkan dengan kelicikan perusahaan tambang memperdaya, lalu merampas dan menganiaya tanah milik masyarakat adat.
Ketiga: Khususnya bagi warga Maba Sangaji, ketahuilah tangan-tangan Solway Group sudah menjamah hingga ke kampung Anda semua. PT Position yang menambang nikel di Halmahera adalah cucu dari Solway Group. Mereka memegang saham mayoritas di PT. Position melalui PT.Aquila Nickel Pte. Ltd, salah satu portofolio investasi Solway Investment.
Sebelum Anda membaca artikel ini, ada baiknya Anda baca terlebih dahulu artikel sebelumnya yang menyoroti hubungan PT Position yang dimiliki oleh perusahaan asal Swiss tersebut di sini: Penambang Datang, Petaka Menerjang: Siapakah Pemilik PT Position?
**
CERITA bermula dari sini. Pada 6 Januari 2022, sesudah perundingan berbulan-bulan, Kementerian Energi dan Pertambangan Guatemala akhirnya mengijinkan Fenix, sebuah perusahaan tambang, untuk beroperasi kembali di El Estor, Guatemala.
Itu terjadi setelah hampir setahun ijin perusahaan ini dibekukan pada Februari 2021 karena dianggap menambang tanpa konsultasi yang cukup dengan masyarakat, dan karena kegiatan pertambangannya terbukti menimbulkan masalah lingkungan dan sosial.
Fenix beroperasi kembali setelah tercapai permufakatan antara tiga pihak: Pemerintah Guatemala, para tokoh masyarakat di El Estor, dan wakil dari Solway Group. Nama terakhir, perusahaan yang berkantor pusat di Swiss dan dijalankan oleh pebisnis dari Rusia dan Estonia, membeli tambang di El Estor pada 2011. Solway Group menjalankan usaha pertambangannya melalui dua anak perusahaan lokal, yaitu CGN dan Pronico.
Dalam pernyataan pers usai perundingan itu, Solway Group dan Pemerintah Guatemala mengumumkan bahwa proses permufakatan berlangsung harmonis dan melibatkan semua pihak yang berkepentingan.
“Hal paling penting, prosesnya diprakarsai oleh para tokoh masyarakat, dengan menyerap masukan dari masyarakat di area yang terdampak,” kata Oscar Perez, pejabat urusan Pembangunan Berkelanjutan di Kementerian Energi dan Pertambangan Guatemala.
Itu bohong. Kenyataannya tidak begitu. Forbidden Stories menemukan catatan bank dan bukti-bukti lain bahwa Solway bergerak dengan licik.
Jauh sebelum perundingan dimulai, Solway sudah main curang. Mereka menyogok tokoh-tokoh adat yang terlibat dalam perundingan: sogokan diterima dari yayasan amal bernama Raxche, dan hampir 100% dana disetor dari anak perusahaan Solway. Secara teratur, setidak-tidaknya sejak Oktober 2020, atau tepat setahun sebelum perundingan, perusahaan mengirimkan uang untuk ke tokoh-tokoh adat.
Antara Oktober 2020 hingga Januari 2021, setiap bulan, Raxche mengirimkan “dana penguatan” sebesar 38.500 Quetzales (mata uang Guatemala, atau sekitar Rp 82 juta lebih) ke rekening sebuah organisasi bernama National Association for Mutual Development (ANADE), atau Perhimpunan Maju Bersama. Raxche mengirim dana tersebut untuk diteruskan ke dua anggota dewan adat yang memihak perusahaan tambang.
Selain itu, terdapat dua kali transfer sebesar 10.000 Quetzales (Rp. 21 Juta) untuk empat pemuka dewan adat. Katanya sebagai bentuk “bantuan ekonomi”. Jumlahnya lumayan besar, dua setengah kali rata-rata pendapatan bulanan orang Guatemala. Pantas saja warga El Estor menuduh para tokoh dewan adat telah menggadaikan diri.

Tentu saja Solway menyangkal keras tuduhan bahwa mereka menyogok para pemuka adat. Dalam surat balasan untuk Forbidden Stories, pemimpin Solway Group, Dan Bronstein berkata: “Grup Investasi Solway mematuhi undang-undang nasional dan internasional yang berlaku. … [Oleh karena itu] kami menyangkal segala tuduhan yang tidak ada buktinya.”
Ah, masak sih?
Keterangan Dan Bronstein bertolak belakang dengan tumpukan dokumen temuan Forbidden Stories. Dokumen itu terdiri atas 470 dokumen percakapan dalam surat elektronik (e-mail), dan 8 juta dokumen lain macam catatan pengapalan barang tambang hingga informasi keuangan. Isinya mengungkap sekian banyak borok perusahaan: kerusakan lingkungan, sogokan untuk pemimpin adat, jatah suap untuk polisi, rincian rencana untuk memindahkan penduduk, serta setumpuk photo hasil penguntitan terhadap wartawan yang menyelidiki praktek kotor perusahaan tambang ini.
Isi dokumen-dokumen membenarkan kecurigaan lama masyarakat El Estor bahwa perusahaan menjalankan praktek-praktek kotor: bahwa perusahaan melancarkan berbagai cara untuk mengelabui dan menggiring masyarakat agar mendukung pembukaan kembali tambang!
Sogokan untuk Para Pemuka Adat
El Estor itu kota kecil, bernaung di balik pegunungan di Timur-Laut Guatemala. Kota ini menghampar di tepi Izabal, danau terbesar di negara tersebut. Kota ini juga bersebelahan dengan taman nasional yang dihuni hewan-hewan langka. Di kota ini, orang-orang Indian Maya suku Q’eqchi tinggal dan hidup. Mereka mencukupi kebutuhan harian dengan menanam kapulaga, jagung, dan kacang. Sialnya, di bawah kaki mereka tersimpan cadangan logam yang sangat berharga: nikel.
Pada 1960-an, diluncurkanlah Proyek Fenix untuk menambang dan menjual barang tambang tersebut. Kemudian, pada 2011 Solway membeli tambang ini, termasuk fasilitas pengolahan dan pembangkit listriknya, dan mengoperasikannya sejak 2014. Perusahaan mengaku telah membuka 2.000 kesempatan kerja dan “mengembangkan infrastruktur sosial di wilayah setempat” melalui penciptaan lapangan kerja, pelatihan, serta proyek lainnya.
Tapi, pada 2017, kebusukan mulai tercium. Nelayan setempat menuduh perusahaan mencemari Danau Izabal. Dalam satu kejadian protes, seorang nelayan mati ditembak polisi. Sementara seorang wartawan dari Prensa Comutaria yang meliput protes tersebut terpaksa sembunyi karena diancam.
Masyarakat berhasil memenangkan tuntutan mereka pada 2019. Mahkamah Konstitusi Guatemala memerintahkan penghentian operasi penambangan. Dan agar tambang dapat beroperasi kembali, pemerintah dan perusahaan tambang harus berunding dan mencapai kesepakatan dengan tokoh-tokoh adat setempat. Perundingan itu baru berjalan pada Februari 2021.
Perundingan memang berlangsung. Tapi, berlangsung berat sebelah. Lucia Ixchiu dari Festivales Solidarios, sebuah kelompok yang menentang penambangan, mengatakan, “Pemerintah tidak ada niat untuk melakukan pembicaraan yang jujur.”.
Bahkan, menurut laporan masyarakat setempat, empat anggota dewan adat yang mewakili mereka dihalang-halangi untuk hadir dalam perundingan itu.
Pernyataan ini dibantah Pihak Pronico, anak perusahaan Solway. “Mereka [empat anggota dewan adat] ditolak hadir, demi lancarnya prosedur konsultasi dengan masyarakat sebagaimana yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi,” ucap Marvin Mendez, direktur administrasi Pronico.
Terlepas dari bantahan oleh Pronico, Forbidden Stories menemukan kejadian janggal. Seorang perempuan pemimpin adat dipecat dari dewan adat karena menolak sogokan dari perusahaan.
Dan beginilah ceritanya. Pada 2019, perusahaan dikabarkan mendekati Guadalupe Xol Quinich, pemuka adat sekaligus anggota dewan adat El Estor. Guadalupe diminta tampil sebagai “amicus curiae” atau pihak tidak terlibat langsung dengan perkara namun bersedia secara sukarela untuk memberikan keterangan (yang menguntungkan perusahaan) di pengadilan. Kalau bersedia, ada imbalan 3.000 Quetzales (sekitar Rp 6,5 Juta). Guadalupe menolak tawaran itu. Ia pun disingkirkan dari dewan adat dan digantikan orang lain.
“Kami masyarakat adat, laki-laki dan perempuan, dibuat terpecah-belah,” ucap Guadalupe.
Dokumen bocoran juga membenarkan kecurigaan bahwa perundingan dengan perusahaan hanya akan menjadi pertunjukkan sandiwara. Salah satu dokumen malah menyebutkan rencana untuk “membeli para tokoh masyarakat” dari dua dusun, sebelum perundingan berlangsung. (Dalam suatu pernyataan tertulis, Mendez, wakil dari perusahaan, membantah adanya upaya menyogok para tokoh masyarakat).
Pada 2021 anak-anak perusahaan Solway dijadwalkan akan mengirimkan sumbangan tambahan untuk “tokoh-tokoh kunci dan pihak-pihak yang berkepentingan” dengan perundingan.
Menurut Quelvin Jiménez, pengacara pembela hak masyarakat adat Xinca di Barat Daya Guatemala, praktek sogok ini “bertentangan dengan standar internasional dan utamanya dengan prinsip konsultasi dengan masyarakat yang berlandaskan niat baik.”
“Mencaplok tokoh-tokoh masyarakat, berunding secara terpisah atau hanya dengan kelompok-kelompok tertentu saja, semuanya bertentangan dengan prinsip niat baik dan seharusnya dilarang oleh negara,” ucap Quelvin Jiménez, mengutip pula suatu ketentuan yang dikeluarkan Komisi Hak Asasi Manusia antar Negara-negara Amerika.
Taktik sogok-menyogok ini juga mereka terapkan terhadap Asociación Bocas del Polochic, perkumpulan nelayan yang dulu menentang kemudian berbalik arah mendukung tambang, bahkan ikut-ikutan nampang di iklan video perusahaan tambang.
Perkumpulan Nelayan itu berbalik dari penentang menjadi sahabat perusahaan tambang. Bagaimana bisa? Dokumen bertahun 2019 dari salah satu anak perusahaan Solway mengungkap proses di baliknya. “Sepanjang kuartal pertama 2020 [direncanakan] pengiriman sumbangan sebesar $34.000 untuk pembelian 10 alat tangkap ikan agar pengurus perkumpulan nelayan Asociación Bocas del Polochic tetap menjadi sekutu perusahaan.”
Perusahaan paham, hanya setetes sumbangan saja sudah ampuh membeli hati dan membelokan pendapat masyarakat miskin.
Cara-cara Licik Menguasai Lahan
Di dusun Las Nubes, tanda-tanda kemiskinan terlihat dimana-mana.
Masyarakat adat di Las Nubes bermukim hanya beberapa ratus meter dari pabrik pengolahan nikel, di rumah-rumah beralaskan tanah dan beratapkan lembaran logam. Karena lingkungan makin rusak, mereka kesusahan menumbuhkan kapulaga dan tanaman lainnya. Terpaksalah mereka bekerja sebagai buruh kasar di tambang untuk bertahan hidup.
Letak Las Nubes yang strategis sangatlah menggiurkan bagi kedua anak perusahaan Solway: CGN and Pronico. Lalu, pada 2014 perusahaan ini menyusun sejumlah dokumen, yang memuat taktik yang bertingkat dan berlapis, untuk merebut lahan dari masyarakat dan harta karun di bawahnya.
Sambil menyogok tokoh-tokoh masyarakat, Solway menghujani masyarakat Las Nubes dengan rupa-rupa sumbangan. Menurut laporan yang beredar terbatas di perusahaan, dalam sepanjang empat tahun, melalui Yayasan Raxche, mereka sudah menyalurkan sumbangan senilai $200.000 untuk masyarakat. Caranya bermacam.
Dari mulai menghias gereja dan “menjalin hubungan baik dengan para pemuka agama”, hingga menyelenggarakan tanding sepakbola persahabatan untuk “membangun kesepahaman dengan tokoh-tokoh penting dalam pengambilan keputusan” dan berpartisipasi dalam perayaan Hari Ibu sambil melakukan “evaluasi perilaku masyarakat.”
Beberapa sumbangan sasarannya sengaja lebih terarah. Dokumen tahun 2021, berjudul “Rencana Khusus” menyebutkan rencana memberi pekerjaan untuk putra dari seorang tokoh masyarakat, dan membelikan mesin pemotong kayu (chainsaw) untuk anak seorang tokoh lainnya.
Upaya Solway menyogok masyarakat tidak berhenti di situ. Dokumen tahun 2016 membicarakan rencana membuka lowongan “pekerjaan-pekerjaan semu” seperti pengatur lalu-lintas di kawasan tambang. Pekerjaannya sendiri hanya mengada-ada dan tidak diperlukan, tapi upahnya mereka sediakan. Perusahaan berencana untuk memberikan “semacam upah khusus” bagi warga setempat. (Sebagaimana biasa, Mendez, pegawai Pronico, menyangkal melalui pernyataan tertulis).
Tertera di berbagai dokumen perusahaan, bertahun 2016 sampai 2019, udang di balik batu dari semua sumbangan, hadiah, dan kedermawanan ini sederhana saja: “penduduk setempat bersedia secara sukarela dipindahkan dari wilayah pertambangan ke tempat lain sesegera mungkin.”

Namun, warga Las Nubes tak mau pergi meninggalkan tanah leluhur mereka. Salah satunya adalah Paolina Chetek. Suami dan beberapa anggota keluarganya bekerja di tambang. Perusahaan menawarkan sejumlah uang kepada suaminya asalkan bersedia menyerahkan tanah keluarga. Paolina tak tergiur oleh uang. Bagi dia “… uang itu ibarat minuman soda, berbuih sesaat, lalu lenyap.” Paolina akan berjuang sampai akhir karena “anak-anak saya tumbuh di sini dan masa depan mereka di sini.”
Lantaran warga tidak bersedia pergi secara sukarela, terbit niat untuk menggunakan cara paksa, meskipun tidak terlalu jelas apakah rencana ini akhirnya terlaksana atau tidak. Pada Februari 2020 muncul sebuah “rencana kerja” untuk memindahkan penduduk Las Nubes. Rencana itu mencakup: memecat buruh yang menolak menyerahkan tanahnya dan meracun kebun-kebun kapulaga dengan bahan kimia.
Pada bulan yang sama, seorang pakar hubungan masyarakat mengirim surat elektronik untuk direktur administrasi Marvin Mendez. Isinya beberapa rencana yang lebih kejam dan licik: menyebar desas-desus bahwa para tokoh masyarakat kena HIV, membayar preman untuk membakar kebun-kebun kapulaga, dan menyiarkan berita palsu bahwa salah seorang tokoh masyarakat sudah menerima sogokan.
Hebatnya lagi, pakar yang mengusulkan rencana itu mencantumkan “kelebihan” dan “kekurangan” dari setiap pilihan strategi pengusiran. Sebagai misal, email itu memuat “kelebihan” membakar kebun kapulaga adalah akan “menghancurkan mata pencaharian mereka” sambil mengingatkan risiko si penjahat kecil pelaku pembakaran mungkin saja buka mulut membocorkan siapa sang dalang. Strategi dari Solway memang beragam, tapi intinya tetap sama: sogok.
Tentang berbagai metode pengusiran ini, Mendez menyangkalnya.
Belakangan, Solway mengubah strategi. Yakni, membeli eceran satu per satu petak lahan dari orang per orang. Sementara saat bersamaan warga tidak punya pilihan lain. Tanpa pikir panjang orang-orang di Las Nubes melepaskan tanah meskipun dengan harga murah. “Perusahaan sudah membuat rusak masyarakat, sudah menghancurkan alam dan budaya kami,” kata seorang warga. “Begitu ada sedikit kesempatan [mendapatkan uang], kami mengambilnya.”
Dan, kemudian begitulah. Dengan cara tersebut perusahaan berhasil memulai operasi pertambangan.
(Melalui juru bicaranya, Solway menyangkal adanya rencana memindahkan penduduk).
Bersambung…
Penerjemah: Armada Sholeh, peminat kajian konflik agraria dan politik pembebasan lahan.
Editor: Masi Niskala, pegiat literasi ekonomi politik ekstraktivisme.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.