Pengurus Forum Studi Perempuan (Fospar) menggelar pertemuan dengan Komisi I dan Komisi III DPRD Kota Tidore Kepulauan untuk membahas perkembangan kasus kekerasan dan pelecehan seksual terhadap perempuan serta anak di wilayah tersebut.

Sejak berdiri pada 2019, Fospar aktif melakukan berbagai terobosan melalui kegiatan edukasi dan sosialisasi rutin kepada masyarakat serta pelajar.

“Kegiatan tersebut merupakan inisiatif kami sendiri, dan Fospar juga rutin melakukan kajian mengenai kekerasan terhadap perempuan dan anak di Tidore Kepulauan,” ujar Astrid Hasan, Direktur Fospar Maluku Utara, Kamis, 23 Oktober 2025.

Astrid memaparkan, berdasarkan data Polresta Tidore Kepulauan, sepanjang tahun 2024 tercatat 41 kasus kekerasan terhadap anak di bawah umur, sementara pada periode Januari–Juni 2025 angka itu menurun menjadi 34 kasus.

Selain kekerasan terhadap anak, jenis kasus yang banyak terjadi pada perempuan dan anak meliputi penelantaran rumah tangga, kekerasan seksual, pencabulan, pelecehan seksual, hingga pemerkosaan.

“Data dari DP2KBP3A Kota Tidore Kepulauan menunjukkan, tahun 2024 terdapat 53 kasus, dan pada Januari–Juni 2025 tercatat 46 kasus. Angka ini tidak bisa disimpulkan bahwa Tidore minim kasus kekerasan, karena jika dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya, kondisinya tetap memprihatinkan,” tegas Astrid.

Sebelumnya, Fospar juga telah melakukan audiensi dengan DPRD untuk mendorong Rancangan Peraturan Daerah (Ranperda) tentang Perlindungan Perempuan dan Anak.

“Ini merupakan kali kedua kami datang ke DPRD untuk menyampaikan persoalan kekerasan terhadap perempuan dan anak agar dapat dimediasi dan dijadikan dasar penyusunan program,” jelasnya.

Astrid menambahkan, Fospar terus berupaya memperkuat literasi dan sosialisasi di masyarakat serta merespons berbagai kasus kekerasan yang terjadi di Tidore Kepulauan.

“Meski Fospar beroperasi di tingkat Maluku Utara, kami masih memiliki keterbatasan di Tidore karena banyak kasus yang perlu segera ditangani dengan sumber daya terbatas. Besok kami akan menyerahkan dokumen data kekerasan perempuan dan anak, dan tahun depan kami berencana mendorong Peraturan Desa (Perdes) tentang perlindungan perempuan dan anak,” pungkasnya.

Sementara itu, Ardiansyah Fauji, Ketua Komisi III DPRD Tidore Kepulauan, menilai bahwa persoalan tersebut sebenarnya menjadi fokus Komisi I yang membidangi urusan perempuan dan anak.

“Dalam rapat RPJMD kemarin, kami melihat data kekerasan perempuan dan anak masih sangat minim dan tidak valid. Tanpa data yang akurat, penanganan kasus pun sulit dilakukan,” ujarnya.

Ardiansyah menyatakan Komisi III akan menganggarkan kerja sama dengan Fospar. Ia juga menyoroti adanya aplikasi Micat yang muncul di wilayah Payahe.

“Biasanya aplikasi seperti ini hanya ada di kota besar dengan kepadatan penduduk tinggi. Tapi mengapa muncul di kampung saya? Apakah ini menunjukkan semakin terbukanya akses yang berpotensi mengubah tatanan sosial kita?” ungkapnya.

Selain itu, data dari Dinas Kesehatan Tidore Kepulauan juga menunjukkan peningkatan kasus HIV/AIDS, yang kini menjadi salah satu fokus Komisi III.

“Saya berterima kasih kepada Fospar yang sudah melakukan banyak hal dalam mengumpulkan dan menampilkan data kekerasan perempuan dan anak. Jika pembiayaan mencukupi, kita bisa memetakan potensi kekerasan berdasarkan wilayah dan faktor penyebabnya, baik ekonomi maupun sosial,” jelas Ardiansyah.

Sementara itu, Kasman Ulidam, Ketua Komisi I DPRD Tidore Kepulauan, menambahkan bahwa data yang disampaikan Fospar perlu disajikan dalam bentuk grafik agar lebih mudah dianalisis.

“Dengan visualisasi data, kita bisa mengetahui kasus terbanyak di dapil I, II, atau III. Data ini akan menjadi bahan evaluasi bagi Komisi I untuk memperkuat sosialisasi ke depan,” tutupnya.