Pemerintah Desa Mare Gam, Kecamatan Tidore Selatan, menggelar Focus Group Discussion (FGD) bertajuk “Masyarakat dan Pemerintah Desa Menggali Potensi Desa” di kantor desa Mare Gam.
Kegiatan ini menghadirkan narasumber dari berbagai unsur, di antaranya akademisi Unibrah Tidore Mansyur Djamal, anggota Komisi III DPRD Tidore Kepulauan Ardiansyah Fauzi, perwakilan pemerintah daerah Ramli Saraha, serta Kepala Desa Mare Gam Rakib Soleman.
FGD tersebut menyoroti pentingnya mengembangkan potensi lokal, terutama kerajinan gerabah Mare yang telah menjadi warisan budaya dan sumber ekonomi masyarakat.
Anggota DPRD Tidore Kepulauan, Ardiansyah Fauzi, menekankan bahwa gerabah Mare perlu dijadikan ikon dan identitas lokal yang bernilai ekonomi tinggi. Ia bahkan mengusulkan agar setiap cendera mata atau plakat resmi pemerintah daerah dibuat dari gerabah Mare.
“Kalau tamu dari luar datang ke Tidore, mereka bisa membawa pulang plakat dari gerabah Mare. Itu bukan hanya oleh-oleh, tapi promosi budaya,” ujarnya.
Ardiansyah juga mendorong agar masyarakat lokal dan ASN di Tidore turut mendukung ekonomi desa dengan membeli produk gerabah. Menurutnya, dengan ribuan ASN dan PPPK di Tidore, potensi pasar gerabah sebenarnya sangat besar.
Ia mencontohkan pengalamannya mencari “besu”, wadah tradisional dari tanah liat yang kini makin langka.
“Kalau tidak ada generasi yang belajar membuat besu, tradisi ini bisa hilang. Karena itu, perlu ada nilai ekonomi agar profesi pengrajin tetap hidup,” tegasnya.
Ia bahkan mengusulkan adanya Hari Besu sebagai bentuk penghargaan terhadap karya lokal.
“Setiap Jumat bisa dijadikan hari memakai besu. Ketika orang datang ke Tidore, mereka bisa membeli dan memakai besu sebagai simbol kebanggaan Mare,” katanya.
Ardiansyah juga menekankan pentingnya mengarahkan dana desa untuk pemberdayaan masyarakat, bukan sekadar pembangunan infrastruktur besar.
“Dengan anggaran terbatas, yang paling mungkin kita dorong adalah sektor pemberdayaan, terutama UMKM gerabah,” jelasnya.
Sementara itu, akademisi Mansyur Djamal menilai bahwa gerabah Mare sudah dikenal hingga ke wilayah lain seperti Tobelo, namun belum memiliki strategi pemasaran yang kuat.
“Gerabah Mare sudah dikenal, tapi kita harus buat lebih efektif agar bisa menembus pasar nasional. Kuncinya ada di branding,” katanya.
Ia menyarankan agar gerabah Mare dipajang di ruang publik seperti pelabuhan Rum, pasar, bandara Babullah, bahkan kantor pemerintahan agar mudah dikenal wisatawan. Selain itu, desa juga disarankan membuka gerai dan kafe tematik yang menyajikan minuman dengan wadah gerabah sebagai bentuk promosi langsung.
Mansyur juga mendorong pemerintah desa untuk memberikan beasiswa bagi generasi muda agar bisa belajar pemasaran, teknologi informasi, dan desain produk.
“Tidak boleh ada anak Mare yang putus sekolah. Kita butuh generasi yang bisa mengelola produksi dan distribusi gerabah dengan cara modern,” ujarnya.
Kepala Desa Mare Gam, Rakib Soleman, menegaskan bahwa pengembangan gerabah akan menjadi prioritas desa pada tahun 2026.
“Potensi utama kami adalah gerabah. Kendala terbesar memang di sumber daya manusia dan jarak bahan baku. Karena itu, kami berencana memberi beasiswa dan memperbaiki akses jalan ke lokasi bahan,” jelasnya.
Rakib juga mengapresiasi ketekunan para ibu-ibu pengrajin yang tetap menjaga kualitas gerabah meski menghadapi tantangan bahan dan transportasi.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.