Kabupaten Pulau Taliabu tengah menghadapi krisis administratif serius terkait penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) tahun 2026. Hingga akhir Oktober, dokumen Kebijakan Umum Anggaran (KUA) serta Prioritas dan Plafon Anggaran Sementara (PPAS) 2026 yang menjadi dasar arah pembangunan daerah belum juga diserahkan oleh Bupati kepada DPRD.

Kondisi ini memicu kekhawatiran dan kritik tajam dari kalangan legislatif yang menilai pemerintah daerah tidak menunjukkan komitmen terhadap prinsip tata kelola keuangan yang baik.

Anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD Pulau Taliabu, Nining Hasnita Hasan, mengungkapkan kekecewaannya atas keterlambatan tersebut.

“Kami sangat prihatin dan terus terang kecewa dengan belum diserahkannya KUA-PPAS 2026 oleh pihak eksekutif. Ini bukan sekadar keterlambatan administratif biasa, tetapi pelanggaran terhadap tahapan dan jadwal yang telah diatur secara tegas dalam regulasi,” ujar Nining saat ditemui di ruang kerjanya, Selasa, 28 Oktober 2025.

Menurutnya, keterlambatan penyerahan dokumen ini memangkas waktu pembahasan di DPRD sehingga berpotensi menghasilkan APBD yang tidak matang dan kurang optimal. Ia menegaskan, kondisi ini melanggar Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2019 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah.

“Pasal 89 ayat (1) dan (2) PP 12/2019 dengan jelas menyebutkan bahwa KUA dan PPAS harus disampaikan kepala daerah kepada DPRD paling lambat minggu kedua bulan Juli. Artinya, Bupati Pulau Taliabu sudah empat bulan melampaui batas waktu yang ditetapkan,” kritiknya.

Nining juga mengingatkan adanya potensi sanksi sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah dan PP Nomor 12 Tahun 2019.

“Jika penetapan APBD terlambat dari jadwal yang telah ditentukan, kepala daerah dan DPRD dapat dikenai sanksi administratif,” jelasnya.

Ia menambahkan, merujuk pada Pasal 312 UU 23/2014 dan Pasal 87 ayat (2) PP 12/2019, sanksi tersebut tidak hanya berdampak pada hak-hak pimpinan daerah, tetapi juga dapat memicu stagnasi terhadap program dan kegiatan pembangunan.

Lebih lanjut, Nining menegaskan bahwa keterlambatan penyerahan KUA-PPAS memiliki efek domino. Dokumen tersebut menjadi dasar penyusunan Rancangan APBD yang selanjutnya dibahas dan disetujui DPRD.

“Jika tahap awal ini saja terhambat, maka seluruh proses berikutnya—termasuk penetapan APBD—juga akan mundur,” ujarnya.

Menurutnya, kondisi ini akan berdampak langsung terhadap perencanaan dan pelaksanaan program pembangunan di Pulau Taliabu.

“Proyek strategis, belanja sosial, hingga pelayanan dasar masyarakat bisa terhambat atau bahkan tertunda. Masyarakatlah yang akhirnya menanggung kerugian paling besar akibat kelalaian ini,” tambahnya.

Sebagai langkah akhir, DPRD Pulau Taliabu mendesak Bupati agar segera menyerahkan dokumen KUA-PPAS 2026 tanpa penundaan lebih lanjut.

“Kami meminta Bupati menunjukkan komitmen terhadap tata kelola pemerintahan yang baik dan patuh pada regulasi. Ini bentuk pertanggungjawaban kepada rakyat Pulau Taliabu,” tegas Nining.