Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kota Ternate mengecam tindakan penyerangan anggota Satpol PP dan Linmas Kota Ternate terhadap dua jurnalis yang sedang meliput aksi demo Indonesia Gelap yang digelar mahasiswa di depan kantor Wali Kota Ternate, Maluku Utara, pada Senin, 24 Februari 2025 kemarin.
Kedua jurnalis yang mengalami kekerasan itu yakni Julfikram Suhadi dari Tribun Ternate dan Fitriyanti Safar dari Halmaheraraya. Julfikram mengalami luka sobek di pelipis mata, sementara Fitriyanti mengalami luka di bagian bibir.
Ikram Salim, Ketua AJI Ternate, mengatakan tindakan Satpol PP yang menganiaya dua jurnalis saat meliput demonstrasi sangat merugikan. Pekerjaan-pekerjaan jurnalistik yang dilakukan jurnalis merupakan, katanya, bagian dari kepentingan publik dan dilindungi oleh undang-undang.
“Kami menilai ini [penganiayaan jurnalis] tindakan yang sangat merugikan dan membahayakan bagi masa depan pers di Maluku Utara,” jelas Ikram.
Aksi penyerangan terhadap dua jurnalis saat meliput, jelas melanggar kebebasan pers yang dijamin oleh UUD 1945 Pasal 28F ayat 1 dan UU No.40/1999 tentang Pers Pasal 4 ayat 1. Dalam pasal 18 ayat 1 UU Pers, yang menghalang-halangani wartawan melaksanan tugas jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda paling banyak Rp 500 juta.
AJI mendesak Kapolda Maluku Utara dan Kapolres Ternate, serta jajarannya mengusut kasus kekerasan terhadap jurnalis yang menghambat jurnalis dalam mencari informasi sebagaimana telah diatur dalam Pasal 18 ayat 1 Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
“Jurnalis dilindungi Undanng-Undang Pers dalam menjalankan tugasnya. Dalam Pasal 4 ayat (3) UU Pers menyatakan, ‘Untuk menjamin kemerdekaan pers, pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.”
Ikram menegaskan agar Wali Kota Ternate memberikan sanksi tegas kepada anggota Satpol PP yang menganiaya dua jurnalis. Kepala Satpol PP juga mesti dievaluasi, sebab, ia lalai dalam melakukan pengamanan massa.
“Mengimbau kepada semua pihak untuk menghargai kerja-kerja jurnalistik dan menghormati kebebasan pers di Indonesia. Jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi oleh hukum sesuai Pasal 8 UU Pers Nomor 40/1999,” tambah Ikram.
Fhandy Mahmud, Kepala Satpol PP Ternate, mengaku tindakan anggotannya yang melakukan kekerasan terhadap dua jurnalis telah menyalahi standar operasional prosedur (SOP) dalam menjalankan tugas. Dalam setiap demo, katanya, selalu sampaikan tidak boleh melanggar atau keluar dari pedoman SOP.
“Saya mengutuk keras [penganiayaan jurnalis], karena dalam setiap pelaksanaan demo saya selalu menyampaikan ke anggota bahwa, tidak boleh keluar dari jalur jalur SOP,” katanya.
Menurutnya, kejadian itu bermula saat ada bentrok antar massa aksi demonstran mahasiswa, sehingga ada anggota Satpol PP yang tersulut emosi, “Karena emosi oknum satpol pp tersebut kena lemparan, dia melampiaskan kekesalannya sehingga, ada teman-teman media yang menjadi korban.”

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.