Sebelas warga Desa Maba Sangaji, Kecamatan Kota Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara, dipolisikan usai melakukan aksi mengentikan aktivitas pertambangan nikel PT Position, pada Jumat, 18 April 2025 lalu. Pasalnya, perusahaan tambang tersebut diduga telah menyerobot lahan dan merusak kawasan hutan di wilayah masyarakat.

Warga dilaporkan ke Polsek Maba Selatan, Halmahera Timur, dengan tuduhan “perampasan kunci alat berat yang mengakibatkan terhentinya aktivitas operasional perusahaan” sebagaimana termuat dalam laporan polisi.

Warga yang dilaporkan adalah Alaudin Salamudin, Merek Salasa, Barton, Nuhu Bakir, Tauhid Samaun, Sahrudin Awat, Nahrawi Salamudin, Yasir Samad, Asis Bakir, Umar Manado, dan Sahil Abubakar. Sebelas orang ini diminta hadir di ruang unit Reskrim Polsek Maba Selatan pada Sabtu, 19 April 2025 pukul 11.00 WIT.

Menurut laporan warga, kejadian bermula ketika puluhan warga mendatangi kawasan pertambangan nikel PT Position di wilayah hutan Maba Sangaji. Perjalanan ke lokasi tambang yang dimulai pada 16-17 April 2025 itu dibagi dua kelompok.

Mereka menyusuri sungai Sangaji sejauh puluhan kilometer menggunakan perahu ketinting. Tiba di lokasi pada Jumat, 18 April 2025, warga langsung menghentikan aktivitas pertambangan. Mereka meminta kunci seluruh alat berat yang sedang dioperasikan.

Aksi cegat itu dipicu dugaan penyerobotan lahan warga yang dilakukan oleh PT Position sejak November 2024. Warga bahkan dibuat naik pitam ketika menyaksikan wilayah hutan Maba Sangaji dengan luas sekitar 700 hektare dibabat habis.

Dalam laporan warga, kawasan perbukitan yang ditumbuhi pepohonan lebat itu, kini terlihat gundul. Bahkan, sungai Maba Sangaji sebagai induk dari beberapa anak sungai yang selama ini diakses oleh warga Kota Maba, rusak tak terpulihkan.

Warga Maba Sangaji saat dihadang saat melakukan aksi menghentikan alat-alat berat tambang nikel PT Position. Foto: Warga/Jatam

Julfikar Sangaji, Dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) Maluku Utara, mengatakan upaya kriminalisasi terhadap warga Maba di Halmahera Timur menunjukan wajah represif dalam memaksakan tambang nikel beroperasi dengan menyingkirkan hak-hak masyarakat atas ruang hidup mereka. Padahal, warga hanya berupaya mempertahankan dan menyelamatkan ruang hidup serta infrastruktur ekologis yang menjadi kesatuan dari ruang hidup warga.

“Wilayah yang dirusak perusahaan tambang merupakan tempat dimana menjadi sumber kehidupan warga yang telah dikelola selama ratusan tahun secara tradisional. Tetapi kini sumber-sumber kehidupan itu dirusak. Ironisnya, upaya penyelamatan itu justru dikriminalisasi dengan melaporkan warga ke polisi,” jelas Julfikar.

Menurut Julfikar, selama ini perusahaan tambang selalu menebar ancaman kepada warga yang berjuang atas ruang hidup mereka. Warga dibuat takut pada proses hukum, yang tak lain hanya menguntungkan korporasi ketimbang melindungi warganya.

“Pola pembungkaman ini tak lain adalah teror yang sengaja dilakukan perusahaan tambang. Ini tuduhan rekayasa, sebab, warga berjuang mempertahkan hak-hak mereka, dan hal itu bukan tindakan pidana yang harus dipolisikan. Perusahaan harus berhenti menebar teror dan ketakutan, dan mencabut pelaporan kepada 11 warga tersebut,” jelas Julfikar.

Sekadar diketahui, Jatam Maluku Utara mencatat, dalam struktur pemegang saham PT Position, 51 persen dikuasai oleh PT Tanito Harum Nickel (THN) sebagai pemegang saham mayoritas. Sedangkan 49 persen dipegang oleh Nickel International Kapital, Pte.Ltd (NICAP) yang berbasis di Singapura.

Sedangkan PT Tanito Harum Nickel merupakan perusahaan yang terafiliasi dengan PT Harum Energy Tbk (HRUM) dalam hubungan ‘entitas anak tidak langsung.’ Perusahaan ini dimiliki oleh Kiki Barki yang tercatat sebagai orang terkaya ke-33 dari 50 orang terkaya di Indonesia versi Forbes 2023.