Ombudsman Republik Indonesia Perwakilan Maluku Utara menerima kunjungan koordinasi dari Dinas Pendidikan Kota Ternate, yang dihadiri langsung oleh Kepala Dinas, Kepala Bidang SMP, serta jajaran terkait, pada Rabu, 30 April 2025.

Kunjungan ini bertujuan untuk melakukan konsultasi dan pembobotan terhadap draf Peraturan Wali Kota (Perwali) tentang Petunjuk Teknis Pelaksanaan Sistem Penerimaan Murid Baru (SPMB) Tahun Ajaran 2025/2026.

Kepala Perwakilan Ombudsman RI Maluku Utara, Iriyani Abd Kadir menyambut baik konsultasi tersebut. Menurutnya, koordinasi seperti ini penting dilakukan untuk meminimalkan potensi pelanggaran dalam pelaksanaan SPMB tahun ini.

Dalam pertemuan tersebut, Dinas Pendidikan memaparkan sejumlah poin teknis, termasuk mekanisme pembagian kuota SPMB.

Kepala Bidang SMP menjelaskan bahwa tahun ini, kuota akan dibagi ke dalam empat kategori: domisili sebesar 70 persen, dan sisanya untuk kuota prestasi, afirmasi, serta mutasi. Jika kuota afirmasi dan mutasi tidak terpenuhi di suatu sekolah, maka akan dialihkan ke kuota domisili hingga memenuhi kapasitas maksimal rombongan belajar (rombel).

Pelaksanaan SPMB tahun ini akan berlangsung secara hybrid, yakni melalui jalur daring dan luring. Pendaftaran daring diterapkan di tujuh SMP—enam negeri dan satu swasta—sementara sekolah lainnya akan melaksanakan pendaftaran secara luring atau langsung. Untuk jenjang SD dan TK/PAUD, seluruh proses penerimaan akan dilakukan secara luring.

Ombudsman menekankan pentingnya Dinas Pendidikan menyediakan kanal pengaduan selama proses SPMB berlangsung.

“Hal ini untuk memudahkan orang tua murid dalam menyampaikan kendala yang dihadapi,” kata Iriyani.

Selain itu, tambang ia, draf juknis juga harus memuat larangan pungutan, terutama terkait pengadaan seragam sekolah. Pengadaan seragam nasional disarankan dikembalikan kepada orang tua murid, sedangkan untuk seragam khusus seperti batik dan olahraga, sekolah sebaiknya menunjuk pihak ketiga agar tidak terlibat langsung dalam proses pengadaan.

Terkait jumlah rombel, Ombudsman mengingatkan agar Dinas Pendidikan menyesuaikan kapasitas rombel dengan jumlah ruang belajar yang tersedia di setiap sekolah.

“Hal ini penting guna menghindari praktik kelas ganda (double shift), sebagaimana diatur dalam Permendikdasmen Nomor 3 Tahun 2025 tentang Sistem Penerimaan Murid Baru,” jelas Iriyani.

Jika jumlah siswa melebihi kuota rombel, maka siswa tersebut berisiko tidak terdaftar dalam sistem Dapodik, dan sistem sekolah bisa dikunci oleh Kemendikdasmen.

Ombudsman juga meminta agar Dinas Pendidikan memperketat pengawasan terhadap Satuan Pendidikan pasca pengumuman hasil SPMB. Pasalnya, tahun lalu ditemukan sejumlah sekolah yang menambah rombel setelah pengumuman, yang mengakibatkan siswa tidak terdata dalam sistem Dapodik.