Art Performance Legu-legu yang digelar oleh Sanggar Seni Rau Parada, Kelurahan Gamtufkange, resmi dibuka oleh Wali Kota Tidore Kepulauan, Muhammad Sinen. Acara ini berlangsung di Hala Paman, Gedung Perpustakaan Daerah, pada Jumat malam, 30 Mei 2025.

Sanggar Rau Parada merupakan komunitas seni yang diisi oleh anak-anak muda berbakat dan memiliki semangat tinggi dalam berkesenian.

“Saya merasa bangga atas kegiatan yang digagas oleh Sanggar Rau Parada. Saya harap kegiatan seperti ini bisa terus berlanjut, karena di Kota Tidore Kepulauan banyak komunitas anak muda yang potensial,” ujar Wali Kota Muhammad Sinen dalam sambutannya.

Ia menambahkan bahwa komunitas kreatif di Tidore cukup banyak dan semuanya berada di bawah naungan ekonomi kreatif (ekraf).

“Kolaborasi antarkomunitas di bawah ekraf ini bisa mendorong Tidore ke arah yang lebih baik. Saya mengajak masyarakat untuk yakin dan optimis bahwa budaya adalah kekuatan besar dalam memajukan kota ini ke depan,” katanya.

Muhammad Sinen juga berharap kolaborasi ini dapat terus berjalan bersama pemerintah daerah di bawah kepemimpinannya bersama Wakil Wali Kota Ahmad Laiman.

“Secara geografis, Tidore mungkin kecil dan tak tampak di peta, namun harus diingat bahwa tanpa Tidore, Indonesia tidak akan lengkap dari Sabang sampai Merauke,” tegasnya.

Wakil Wali Kota Tidore, Ahmad Laiman, yang juga tokoh budaya setempat, mengatakan bahwa sejak dulu Sanggar Rau Parada konsisten dalam melestarikan budaya, khususnya tarian dan seni warisan leluhur.

“Di Art Performance Legu-legu ini, akan ditampilkan tarian kolosal Legu-legu yang mengandung nilai sejarah dan seni tinggi,” jelasnya.

Menurut Ahmad, nilai-nilai dalam tarian Legu-legu digali dari potongan-potongan sejarah berupa foto dan lukisan yang dikumpulkan para pendahulu Sanggar Rau Parada.

“Sebagian besar dokumentasi berupa foto dan lukisan itu berasal dari perpustakaan Leiden di Belanda. Ada juga artefak seni yang diperoleh dari Portugal dan Spanyol,” tuturnya.

Ia menceritakan bahwa ketika bangsa Spanyol tiba di Tidore pada masa lampau, mereka disambut oleh Sultan Tidore dengan menampilkan tarian adat bernama Legu-legu, yang kini hanya tersisa dalam potongan gambar.

Salah satu pendiri Sanggar Rau Parada, Maswin M. Rahman, mencoba merekonstruksi tarian tersebut melalui lagu dan syair kabata agar dapat dipentaskan kembali.

“Dari gambar yang ada, hanya terlihat beberapa penari perempuan dengan gerakan tangan yang gemulai. Ke depan, kami berharap kegiatan seperti ini bisa berkolaborasi dengan seluruh sanggar seni di Tidore, bukan hanya Rau Parada. Apalagi Rau Parada kebetulan menerima bantuan dari Kemendikbudristek,” harap Ahmad.

Ketua Panitia, Sahril Toduho, menambahkan bahwa Art Performance Legu-legu ini terselenggara berkat dukungan dari Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) tahun 2024.

“Dari sekitar 1.000 sanggar seni di seluruh Indonesia yang mendaftar, hanya 43 yang lolos seleksi. Sanggar Rau Parada merupakan satu-satunya dari Indonesia Timur yang berhasil mendapat dukungan ini,” ungkapnya.

Ia menegaskan bahwa tujuan utama kegiatan ini adalah memperkenalkan budaya tradisional kepada masyarakat, terutama generasi muda, agar mereka mengenal, memahami, dan mencintai budaya lokal.