Tim Advokasi Anti Kriminalisasi menyerahkan dokumen terkait hak sebelas tahanan warga Maba Sangaji, Halmahera Timur, kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Maluku Utara, pada Rabu, 23 Juli 2025. Dokumen itu menegaskan bahwa sebelas warga yang kini ditahan merupakan pejuang lingkungan, dan kejaksaan wajib menghentikan kasus kriminalisasi tersebut.
“Kami mendorong kejaksaan menghentikan kasus ini, sebab, mereka [sebelas warga yang ditahan] merupakan pejuang lingkungan, bukan pelaku kriminal. Mereka memperjuangkan hak atas lingkungan yang sehat dan bersih, bebas dari tambang nikel PT Position,” kata Wetub Toatubun, kuasa hukum warga bersama Front Perjuangan untuk Demokrasi (FPUD), usai menyerahkan surat kepada Richard Sinaga, Kasi Penkum Kejati Maluku Utara.
Menurut Wetub, masyarakat adat Maba Sangaji sejak ratusan tahun telah menjadikan tanah, hutan, sungai, dan sumber kehidupan di alam sebagai ruang dan sumber kehidupan. Mereka bergantung pada hasil alam, sehingga ketika ada tambang, itu menjadi ancaman.
“Ketika sumber kehidupan warga terancam, satu-satunya upaya adalah menolak tambang, agar tidak merusak hutan dan mencemari lingkungan. Masalah struktural konflik warga dengan perusak lingkungan itu yang mesti dicermati. Sehingga, dari konteks itu bahwa, kami meyakini warga adalah pejuang lingkungan,” jelas Wetub.
Wetub menjelaskan, kategori pejuang lingkungan didasarkan pada Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 10 Tahun 2024.
“Aturan-aturan tersebut intinya sebagai ketentuan Anti-SLAPP atau Strategic Lawsuit Against Public Participation, yang merupakan jaminan perlindungan hukum terhadap masyarakat yang berjuang atas lingkungan hidup. Di dalamnya menegaskan bahwa ‘orang yang memperjuangkan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata’,” jelas Wetub.
Dalam pedoman jaksa diuraikan bentuk-bentuk perjuangan hak atas lingkungan hidup, di antaranya; penyampaian usulan, keberatan, keluhan, dan atau pengaduan terkait pencemaran lingkungan hidup; penyampaian pendapat di muka umum, serta bentuk partisipasi lainnya dalam rangka memperjuangkan lingkungan hidup yang baik dan sehat.
“Oleh karena itu, jika merujuk pada aturan-aturan tersebut, sangat jelas bahwa, warga Maba Sangaji merupakan pejuang lingkungan. Sehingga, tindakan mereka tidak dapat dikualifikasikan sebagai perbuatan pidana dan tidak dapat dijadikan dasar untuk penuntutan secara pidana,” tambah Wetub.
Richard Sinaga, mengatakan akan mempelajari dokumen yang diserahkan oleh tim pendamping hukum bersama organisasi mahasiswa yang melakukan aksi di depan Kejati Malut. “Pada prinsipnya semua yang mereka sampaikan kita terima dan akan dipelajari pelajari. Kita lihat prosesnya. Inikan negera hukum,” ujar Richard.
Sekadar diketahui, berkas perkara sepuluh pejuang lingkungan masyarakat adat Maba Sangaji sudah dilimpahkan ke tahap penuntutan atau P-21 ke kejaksaan. Sementara, satu berkas perkara masih dibawah tahanan polisi alias belum naik ke tahap P-21.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.