Pendamping hukum sebelas pejuang lingkungan masyarakat adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, protes karena sidang pembacaan dakwaan yang dijadwalkan di Pengadilan Negeri (PN) Soasio, pada Rabu, 6 Agustus 2025, harus dilakukan secara virtual dalam ruang pelayanan tahanan di rumah tahanan (Rutan) Kelas IIB Soasio, Tidore Kepulauan, Maluku Utara.

Para terdakwa bersama keluarga yang ikut sidang dakwaan mesti menumpuk di dalam ruang pelayanan tersebut, sementara rekan-rekan solidaritas terpencar di luar rutan. Sidang juga berlangsung tidak kondusif, sebab ruangan terasa pengap, panas, akses sinyal buruk, hingga gangguan pengeras suara di dalam Rutan.

Sidang dipimpin oleh Asma Fandun, Ketua Majelis Hakim PN Soasio, dan Komang Noprizal Saputra, Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri Halmahera Timur–yang mendadak berada di Halmahera Timur dengan alasan sidang lokasi. Sementara, pengacara terdakwa bersama sebelas tahanan ikut secara virtual di dalam Rutan.

“Akhirnya sidang digelar online dan berlangsung berantakan. Padahal sidang sudah dijadwalkan di PN Soasio hari ini, tiba-tiba ketua majelis hakim dan jaksa ada di Halmahera Timur dengan alasan sidang lokasi,” jelas Maharani Caroline, pengacara sebelas warga tergabung dalam Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (TAKI) kepada Kadera, siang tadi.

Maharani mengatakan bahwa Kepala Rutan Soasio juga keberatan dengan sidang ini karena menghambat aktivitas di dalam rutan dan melanggar standar operasional prosedur (SOP) rumah tahanan yang tidak memperbolehkan banyak orang masuk apalagi membawa alat rekam, selain kebutuhan tertentu. Mestinya, karena sidang terbuka harusnya bisa diakses publik dan dilakukan di pengadilan, bukan di ruang sempit.

Sebelas pejuang lingkungan masyarakat adat Maba Sangaji, Halmahera Timur, bersiap-siap sidang pembacaan dakwaan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang digelar secara virtual, pada Rabu, 6 Agustus 2025, di ruang pelayanan tahanan Rumah Tahanan (Rutan) Kelas IIB Soasio, Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara. Sebelas warga didampingi oleh pengacara yang tergabung dalam Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (TAKI). Foto: Rabul Sawal/Kadera.id

Sidang terus berjalan meski berlangsung tak tenang. Komang Noprizal Saputra, JPU Kejari Halmahera Timur sendiri yang membacakan sepuluh perkara berkas dakwaan warga Maba Sangaji. Pelanggaran yang disangkakan menggunakan Pasal 2 ayat (1) UU Darurat Nomor 12 Tahun 1951 tentang kepemilikan senjata tajam, serta Pasal 39 angka 2 UU Nomor 6 Tahun 2023 tentang Cipta Kerja jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Sementara, satu perkara empat warga juga dijerat dengan Pasal 368 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) tentang pemerasan, di antaranya Indrasani Ilham, Alauddin Salamuddin, Nahrawi Salamuddin, dan Sahil Abubakar. Empat berkas ini dinyatakan telah terbaca.

Semua perkara yang disangkakan terhadap warga sebetulnya, kata Maharani, bisa diajukan eksepsi atau keberatan karena isi atau kronologinya tidak sesuai fakta. Namun, sepuluh perkara diminta tetap lanjutkan dan nanti dibuktikan dalam pokok perkara, sementara, satu perkara empat warga akan diajukan eksepsi.

Sidang selanjutkan, lanjut Maharani, harus digelar secara langsung di PN Soasio sekitar pekan depan agar bisa diakses semua orang. Menurutnya, sidang terbuka penting agar publik tahu apa yang diperjuangkan sebelas pejuang lingkungan masyarakat adat Maba Sangaji ini bukan hanya terkait dengan ganti rugi, tetapi upaya mempertahankan ruang hidup, wilayah hutan adat, dan lingkungan yang sehat dan bersih.

Terkait pejuang lingkungan, sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, Pedoman Jaksa Agung Nomor 8 Tahun 2022 tentang Penanganan Perkara Tindak Pidana di Bidang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, serta Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Permen LHK) Nomor 10 Tahun 2024, tidak dapat dituntut secara pidana maupun digugat secara perdata.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter