Kali Kukuba, yang terletak di antara Desa Buli Asal dan Wayafli, Kecamatan Maba, Halmahera Timur, Maluku Utara,tercemar sendimen tambang. Warga menduga, pencemaran berasal dari aktivitas tambang nikel PT Feni Haltim, anak perusahaan PT Aneka Tambang (Antam), yang tengah membangun infrastruktur industri baterai kendaraan listrik.
M. Said Marsaoly, Ketua Salawaku Institut, mengatakan warga pertama kali menemukan adanya sedimentasi berwarna kuning kecoklatan memenuhi dasar Kali Kukuba pada Jumat, 8 Agustus 2025. Menurutnya, pencemaran itu baru pertama kali terjadi di sungai yang biasa dimanfaatkan warga tersebut.
Menurutnya, masyarakat setempat masih memanfaatkan Kali Kukuba sebagai sumber penghidupan, mulai dari menangkap ikan, mencari kerang, hingga mencuci pakaian. Kawasan itu juga ditutupi hutan mangrove yang menjadi habitat ikan untuk bertelur dan keanekaragaman hayati lainnya.

“Sehingga, kalau sungai Kukuba ini dirusak tambang, semua kehidupan warga ikut rusak, karena kehilangan sumber penghidupan yang selama ini dikelola dan dimanfaatkan secara turun temurun,” jelas Said kepada Kadera, Sabtu, 9 Agustus 2025.
Said khawatir, perusahaan baru saja mulai pembangunan kawasan industri, tetapi sudah menimbulkan pencemaran. Apalagi, pencemaran di wilayah Buli dan Maba telah lama berlangsung dan juga diakibatkan oleh aktivitas pertambangan nikel. Jika tidak dihentikan, maka ruang hidup masyarakat dan ekosistem di sekitar kawasan tersebut akan benar-benar rusak tak terpulihkan.
“Seperti torang tahu selama ini, aktivitas pertambangan hingga operasi pabrik nikel telah menimbulkan bencana, kekacauan dan penderitaan secara struktural. Jadi pabrik nikel yang dong bangun ini, yang katanya untuk transisi energi, cuma jadi bencana. Torang orang Halmahera dipilih untuk jadi korban,” ujar Said.
Sehingga, ia menyarankan untuk segera evaluasi dan menghentikan aktivitas perusahaan tersebut. Di sisi lain, masyarakat juga tidak pernah dilibatkan atau didengar pendapatnya terkait proses pemberian izin hingga bahasan terkait analisis mengenai dampak lingkungan.
“Pemerintah daerah dan DLH (Dinas Lingkungan Hidup), undang PT Feni dan warga untuk bahas kerusakan itu agar minta pertanggungjawaban, dan mendesak perusahaan untuk menghentikan aktivitas pertambangan di Teluk Buli,” tegasnya.

Sekadar diketahui, dikutip dari Katadata, proyek pembangunan industri baterai kendaraan listrik bagian dari kerja sama Antam dengan Indonesia Battery Corporation (IBC) dan mitra global seperti CATL–yang terletak di Tanjung Buli, Halmahera Timur, itu telah diresmikan oleh Presiden Prabowo Subianto, pada 29 Juni 2025.
Proyek ini di bawah payung PT Feni Haltim untuk mengembangkan kawasan industri baru yang terdiri atas proyek pertambangan nikel dan smelter pirometalurgi. Adapun kapasitas produksi ditargetkan mencapai 88.000 ton renfined nickel alloy per tahun pada 2027.
Di kawasan ini juga ditargetkan akan ada produksi smelter hidrometalurgi menghasilkan 55.000 ton mixed hydroxide precipitate (MHP) per tahun dimulai pada 2028. Selain itu juga ada pabrik bahan katoda nickel cobalt manganese (NCM) dengan kapasitas sebesar 30.000 ton per tahun pada 2028.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.