Ratusan warga dari Pulau Mangoli menggelar aksi unjuk rasa di berbagai titik di Kota Sanana, Kepulauan Sula, Maluku Utara, pada Kamis, 28 Agustus 2025.

Dalam aksi tersebut, massa membawa berbagai umbul-umbul dan spanduk penolakan tambang. Massa juga menampilkan teater di tengah masyarakat, dan mendesak pemerintah untuk segera mencabut 10 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang diberikan untuk beroperasi di wilayah Pulau Mangoli.

Warga Pulau Mangoli merentangkan berbagai umbul-umbul dan spanduk saat unjuk rasa penolakan tambah. Foto: Warga Pulau Mangoli

Koordinator lapangan, Rifai Galela, dalam orasinya menyebutkan bahwa kerusakan lingkungan dan konflik agraria merupakan masalah serius yang tengah dihadapi masyarakat Pulau Mangoli. Ia menuding pemerintah pusat dan daerah gagal menjalankan amanat konstitusi, khususnya terkait perlindungan tanah adat dan kelestarian lingkungan.

“Pemerintah mengeluarkan kebijakan tanpa sosialisasi kepada masyarakat. Sejumlah IUP bahkan tumpang tindih dengan kawasan lindung, lahan pertanian, dan hutan rakyat,” ujar Rifai.

Ia menambahkan, pemberian izin tambang di Pulau Mangoli bertentangan dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2014 yang mengatur pemanfaatan pulau-pulau kecil untuk kegiatan konservasi, pendidikan, dan perikanan, bukan pertambangan.

Pulau Mangoli yang luasnya di bawah 2.000 km persegi termasuk dalam kategori pulau kecil. Saat ini terdapat 10 IUP aktif di wilayah tersebut untuk eksploitasi bijih besi, nikel, dan aktivitas logging, yang dinilai mengancam ruang hidup masyarakat dan keberlangsungan sektor pertanian lokal.

Diketahui ada empat perusahaan tambang yang akan segera beroperasi. Di antaranya, PT Aneka Mineral Utama berlokasi di Kecamatan Mangoli Utara Timur, Mangoli Timur, dan Mangoli Tengah, dengan total luas konsesi 22.935,01 hektare.

Lalu, PT Wira Bahana Perkasa di Kecamatan Mangoli Tengah dengan luas 7.453,09 hektare. PT Wira Bahana Kilau Mandiri di Kecamatan Mangoli Utara dengan luas 4.463,73 hektare. Dan, PT Indo Mineral Indonesia di Kecamatan Mangoli Selatan dan Mangoli Barat, dengan luas 24.440,81 hektare.

Salah satu warga saat memegang umbul-umbul dalam unjuk rasa penolakan perusahaan tambang di Pulau Mangoli. Foto: Warga Pulau Mangoli

Massa aksi yang menamakan diri Masyarakat Bumi Mangoli Tolak Tambang ini menyuarakan tujuh tuntutan utama:

  1. Cabut 10 IUP di Pulau Mangoli.
  2. Bebaskan 11 warga Maba Sangaji tanpa syarat.
  3. Wujudkan reforma agraria sejati di Pulau Mangoli.
  4. Cabut izin PT Aneka Mineral Utama.
  5. BPMD segera tuntaskan konflik tapal batas Kou – Waitamela.
  6. Bupati Sula diminta menyatakan sikap tegas menolak tambang.
  7. DPRD diminta segera sahkan Perda Tanah Adat, bahkan sebagian massa menyerukan pembubaran DPR.

Aksi berlangsung damai dan mendapat pengawalan ketat dari aparat keamanan. Para demonstran menyatakan akan terus menggelar aksi lanjutan jika tuntutan mereka tidak diindahkan.