Sebanyak 16 orang ditangkap saat demonstrasi bubarkan DPR di depan kantor Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kota Ternate, Maluku Utara, pada Senin, 1 September 2025. Tiga di antaranya anak di bawah umur. Sebagian besar massa aksi mengakui mengalami kekerasan aparat, bahkan empat mahasiswa harus dirawat di RS Bhayangkara Polres Ternate.
Empat mahasiswa itu yakni Moh. Syabri, Adiyasa Ansar, Muhammad Horsan Maudjud, dan Ansorudin. Salah seorang di antaranya dilaporkan mengalami kencing darah dan cedera serius di bagian pinggul.
“Ada 16 orang yang ditangkap secara sepihak dengan dalil kepolisian pengamanan. Dengan belasan massa aksi tersebut, 3 di antaranya anak-anak, sudah dipulangkan tadi (Senin malam),” kata Wetub Toatubun, dari Tim Advokasi Anti Kriminalisasi (TAKI) kepada Kadera di depan ruangan Satreskrim Polres Ternate, Selasa dini hari, 2 September 2025.

Wetub menilai polisi mengabaikan Peraturan Kapolri Nomor 8 Tahun 2009 tentang prinsip HAM dalam tugas kepolisian. Menurutnya, kekerasan aparat justru memicu jatuhnya korban.
“Kepolisian harusnya patuh pada Perkap Nomor 8 sebagai implementasi HAM, bukan melakukan kekerasan, kami mengencam segala bentuk kekerasan yang terjadi hari ini dan dialami massa aksi,” jelas Wetub.
TAKI mendesak Polres Ternate bebaskan seluruh massa aksi yang masih ditahan. Wetub menekankan, kebebasan berpendapat dijamin konstitusi.
Sementara itu, Moh. Yakub Salamu, salah satu kuasa hukum TAKI menyebut, anak-anak turut menjadi korban kekerasan aparat. Seorang remaja di bawah umur, kata dia, mengalami benjol di kepala, sakit di dada, dan sempat muntah darah diduga akibat diinjak aparat.
“Saat dibebaskan, kondisi langsung demam dan bahkan orang tuanya sudah memohon tapi prosesnya terlalu ribet tanpa memperhatikan sisi kemanusiaan kondisi dari anak itu,” kata Yakub.
Polres Ternate berjanji akan membebaskan seluruh massa aksi pada Selasa pagi.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.