Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula, Maluku Utara, tengah menjadi sorotan setelah 12 peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) tahun 2024 melaporkan Bupati Fifian Adeningsi Mus ke Kementerian Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (KemenPAN-RB).

Laporan tersebut dilayangkan menyusul pembatalan atas hasil kelulusan seleksi PPPK yang sebelumnya telah diumumkan secara resmi melalui Pengumuman Nomor: 800.1.2.2/736/VIII/2025. Pengumuman itu mencakup hasil akhir seleksi PPPK untuk formasi Tenaga Teknis, Tenaga Kesehatan, dan Tenaga Guru Tahap I dan II di lingkungan Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula tahun 2024.

Ke-12 peserta yang merasa dirugikan atas kebijakan tersebut adalah Riyanti Umaternate, Asmi Umasugi, Nurmala Sangadji, Salim Buamona, Fatimah Kaimudin, Suyanti Basahona, Zulaiha Rahman, Nurain Wowor, Sofyan Umalekhoa, Sahdir Makian, Rianti Umanahu, dan Rufita Apal.

Rasman Buamona, kuasa hukum dari 12 peserta seleksi PPPK yang kelulusannya dibatalkan oleh Pemerintah Kabupaten Kepulauan Sula, menyebut tindakan tersebut sebagai bentuk ketidakadilan administratif yang diduga sarat tekanan dan manipulasi data.

Dalam keterangannya, Rasman menegaskan bahwa kelulusan para kliennya sempat diumumkan secara resmi melalui Pengumuman Nomor: 800.1.2.2/736/VIII/2025, yang dirilis pada 26 Agustus 2025 pukul 23.00 WIT.

“Namun hanya satu jam kemudian, sekitar pukul 24.00 WIT, pengumuman pembatalan pun terbit dengan nomor 800.1.2.2/738/VIII/2025, menyatakan bahwa mereka dibatalkan kelulusannya, tanpa konsultasi ke KemenPAN-RB dan BKN Republik Indonesia,” ujar Rasman, Rabu, 24 September 025.

Menurut Rasman, alasan yang digunakan untuk membatalkan kelulusan para peserta sangat beragam, mulai dari tudingan “sudah tidak aktif bekerja”, “pengalaman kerja kurang dari dua tahun”, hingga “pemalsuan dokumen”.

Namun yang menjadi sorotan, kata Rasman, adalah bahwa pembatalan tersebut hanya didasarkan pada surat pernyataan pimpinan instansi tempat para peserta bekerja, tanpa ada proses klarifikasi atau pembuktian resmi.

“Ironisnya, para peserta sudah berulang kali meminta salinan surat pernyataan tersebut, tapi tak satu pun diberikan, kecuali untuk satu orang, yakni Rufita Apal,” bebernya.

Surat pernyataan pemalsuan dokumen untuk Rufita Apal dikeluarkan oleh Kepala SD Negeri Kabau, namun belakangan ditarik kembali oleh pihak sekolah, setelah kepala sekolah mengaku membuatnya di Kantor BKPSDM Kabupaten Kepulauan Sula.

“Hal serupa juga terjadi pada Rianti Umanahu. Kepala SD Negeri 1 Buya juga mencabut dan membatalkan surat pernyataan yang sempat menuduh Rianti melakukan pemalsuan dokumen,” jelas Rasman.

Rasman juga mengungkap bahwa pada 4 September 2025, Bupati Kepulauan Sula menerbitkan Revisi Pengumuman Nomor: 800.1.2.2/767/IX/2025, yang menyatakan 15 peserta lain kembali dinyatakan lulus, setelah pimpinan instansi mencabut surat pernyataan mereka.

“Namun, 12 klien kami tetap tidak dikembalikan status kelulusannya, padahal dalam banyak kasus, pimpinan instansi mereka juga sudah mencabut atau mengoreksi surat pernyataan yang pernah dibuat,” tegas Rasman.

Ia menduga ada ketidakadilan dan perlakuan tidak setara terhadap peserta seleksi yang lulus secara sah berdasarkan mekanisme nasional.

Atas nama ke-12 kliennya, Rasman mendesak agar KemenPAN-RB turun tangan dan menindaklanjuti laporan tersebut.

“Kami meminta agar kelulusan para klien kami dikembalikan, dan agar dibentuk tim audit independen untuk menyelidiki proses pembatalan kelulusan ini yang diduga tidak sesuai prosedur,” pungkasnya.