Puluhan mahasiswa dari Gerakan Mahasiswa Pemerhati Sosial (Gamhas) menggelar demonstrasi di depan kantor Wali Kota Ternate, Maluku Utara, Rabu, 24 September 2025. Mereka mendesak pemerintah kota Ternate menangani secara serius masalah sampah di Pasar Gamalama.

Julia Buamona, koordinator aksi, mengatakan masalah sampah di Pasar Gamalama dibiarkan menumpuk hingga menimbulkan bau busuk. Bukannya ditangani serius, pemerintah justru membiarkan masalah ini berlarut-larut. Hal tersebut menurutnya mengganggu kesehatan dan estetika wilayah perkotaan.

“Bukannya ditangani serius, masalah ini justru dibiarkan berlarut-larut,” kata Julia kepada Kadera, Rabu.

Selain masalah sampah, mahasiswa juga menyoroti fasilitas pasar yang dinilai jauh dari layak. Atap bocor, drainase tak berfungsi, air bersih sulit diakses pedagang, hingga penataan yang amburadul. Biaya toilet umum disebut tembus Rp15 ribu sekali pakai.

Beberapa bangunan pasar bahkan beralih fungsi menjadi indekos, sementara pedagang kecil terpaksa berjualan di badan jalan dan lorong sempit, kata Julia.

“Semua ini memperlihatkan betapa Pemkot Ternate tidak serius dalam mengurus salah satu pusat ekonomi terbesar masyarakat,” tegasnya.

Baskara Hi. Abdullah, Komite Gamhas menambahkan, pedagang tetap diwajibkan membayar retribusi lapak dan sampah meski fasilitas dasar tak terpenuhi.

Menurutnya, kondisi pasar bertentangan dengan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2007 tentang Penataan dan Pembinaan Pasar Tradisional, yang menekankan pasar harus bersih, aman, nyaman, serta mendukung pedagang kecil.

“Dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, Pasal 12, 14, pemerintah pusat maupun daerah bertanggung jawab menyediakan sarana perdagangan, termasuk pasar rakyat, agar pedagang kecil bisa beraktivitas dengan layak,” ujar Baskara.

Redaksi
Editor
La Ode Zulmin
Reporter