Upaya Panitia Khusus (Pansus) DPRD Kabupaten Pulau Taliabu dalam mengungkap dugaan skandal pinjaman daerah kembali menemui hambatan. Mantan Ketua DPRD, Meilan Mus, yang dijadwalkan hadir untuk dimintai keterangan pada Rabu, 1 Oktober 2025, tidak memenuhi panggilan.
Ketidakhadirannya kian memicu kecurigaan publik bahwa ada dugaan pelanggaran hukum dalam proses pengajuan pinjaman daerah senilai Rp115 miliar tersebut.
Ketua Pansus, Budiman L. Mayabubun, menyayangkan absennya Meilan Mus. Ia menilai, sebagai mantan pimpinan DPRD, Meilan seharusnya dapat memberikan penjelasan terkait proses persetujuan pinjaman daerah yang kini tengah disorot.
“Pimpinan DPRD memiliki peran sentral dalam memberikan persetujuan politik terhadap pinjaman daerah, sebagaimana diatur dalam UU No. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, PP No. 56 Tahun 2018 tentang Pinjaman Daerah, dan Permendagri No. 77 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Keuangan Daerah,” ujar Budiman.
Ia menegaskan, panggilan ini bukan sekadar formalitas, melainkan bagian dari fungsi pengawasan DPRD dalam memastikan legalitas penggunaan uang rakyat. “Jika terus mangkir, wajar jika publik menduga ada sesuatu yang disembunyikan,” tegasnya.
Budiman bilang, pihaknya akan kembali melayangkan surat pemanggilan kedua kepada Meilan Mus yang merupakan politisi Partai Golkar. Bahkan, opsi pemanggilan paksa akan dipertimbangkan jika yang bersangkutan tetap tidak kooperatif.
“Ini menyangkut uang rakyat, dan tidak boleh ada yang dikelola secara diam-diam. Pansus akan terus bekerja sampai semuanya terang,” tegasnya.
Selain Meilan Mus, Pansus juga telah memanggil mantan Wakil Ketua I DPRD, Taufik Toib Koten, pada jadwal yang sama. Hanya Taufik yang hadir dan memberikan keterangan. Budiman mengatakan, Pansus juga berencana memanggil anggota Badan Anggaran (Banggar) DPRD periode tersebut.
Dari keterangan Taufik Koten, terungkap bahwa pinjaman daerah senilai Rp115 miliar itu tidak memiliki dasar hukum yang jelas, terutama tidak adanya Peraturan Daerah (Perda) yang mengatur pinjaman tersebut. “Seharusnya ada Perda sebagai syarat mutlak pinjaman daerah. Tapi itu tidak pernah ada,” jelas Budiman.
Ia juga menyampaikan bahwa berdasarkan penjelasan dalam rapat, ada tiga poin utama yang menjadi syarat dalam pinjaman tersebut, antara lain pembangunan pasar di delapan kecamatan, pembangunan tambatan perahu melalui Dinas Perhubungan, dan pembangunan jalan oleh Dinas Pekerjaan Umum (PU).
Namun, hingga kini tidak ada kejelasan mengenai lokasi pembangunan jalan yang dimaksud dalam kesepakatan tersebut. Bahkan, menurut Budiman, ketiga dinas terkait – Dinas Perhubungan, Dinas PU, dan Dinas Perindagkop – mengaku tidak pernah menerima anggaran dari pinjaman tersebut.
“Ini menjadi kejanggalan yang serius. Ketiga dinas itu sebelumnya telah kami panggil, dan mereka menyampaikan bahwa anggaran pinjaman tidak pernah mereka terima,” ujarnya.
Untuk menindaklanjuti temuan tersebut, Pansus berencana memanggil kembali ketiga dinas tersebut serta Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) guna mengklarifikasi alur dan penggunaan dana pinjaman.
Sebagai Ketua Pansus, Budiman menegaskan komitmennya untuk bekerja secara profesional dan independen. “Ini adalah tugas dan amanah dari rakyat. Saya tidak akan bisa diintervensi oleh siapa pun. Meskipun ini tugas berat, hasil kerja pansus akan saya sampaikan kepada publik secara kredibel dan akuntabel,” tandasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.