Sentral Mahasiswa Halmahera Barat atau Sema Habar mengkritik sosialisasi pelelangan Wilayah Kerja Pertambangan (WKP) panas bumi Talaga Rano yang digelar di Aula Bidadari, Kantor Bupati Halmahera Barat, pada Selasa, 14 Oktober 2025. Mereka menilai kegiatan itu tidak transparan dan mengabaikan masyarakat adat Wayoli yang wilayahnya akan terdampak langsung proyek panas bumi tersebut.

Riwan Basir, Ketua Umum Sema Habar, mengatakan sosialisasi yang menghadirkan perwakilan Kementerian ESDM, tim geologi dari Universitas Gadjah Mada (UGM), dan PT Geo Dipa Energi, hanya menonjolkan potensi investasi tanpa mengungkap dampak lingkungan.

“Tidak ada pembahasan mengenai risiko pencemaran air, kerusakan hutan atau potensi bencana di sekitar Talaga Rano. Padahal, wilayah tersebut kerap dijadikan tempat digelarnya festival Teluk Jailolo,” jelas Riwan kepada Kadera, Senin, 20 Oktober 2025.

Menurut Riwan, kawasan Talaga Rano juga memiliki nilai ekologis dan kultural yang tinggil. Selain menjadi lokasi pelaksanaan tahunan Festival Teluk Jailolo, ikon wisata Halmahera Barat, talaga itu juga menjadi sumber 12 mata air yang digunakan masyarakat untuk kebutuhan sehari-hari.

“Kalau pertambangan panas bumi alias geothermal dipaksakan beroperasi, maka sumber air tersebut bisa tercemar dan masyarakat kehilangan kehidupan. Siapa yang akan bertanggung jawab bila sumber kehidupan masyarakat rusak?” tegas Riwan.

Riwan menilai sosialisasi yang digelar pemerintah dan perusahaan terkesan hanya formalitas. Warga adat Wayoli, yang tinggal di sekitar kawasan Talaga Rano, bahkan tidak diundang. “Yang diundang hanya Kapala Desa di seputaran Talaga Rano,” ungkapnya.

Sema Habar juga menyoroti status proyek panas bumi sebagai bagian dari Proyek Strategis Nasional (PSN). Menurut Riwan, proyek itu tidak dirancang untuk kepentingan rakyat, melainkan untuk kepentingan investor.

“Izin tambang panas bumi diterbitkan oleh pemerintah pusat, disetujui oleh pemerintah daerah tanpa bertanya kepada warga yang terdampak. Padahal bencananya ke depan langsung dirasakan oleh masyarakat Halmahera Barat,” terang Riwan.

Donald Rizaldi, koordinator masyarakat adat Wayoli yang menolak proyek panas bumi mengaku baru mengetahui adanya kegiatan sosialisasi setelah dikonfirmasi.

“Yang kemarin itu juga torang belum tahu tahu terkait sosialisasi. Yang diundang mungkin Kades. Saya juga kurang tahu isi sosialisasi seperti apa,” kata Donald.

Sejumlah kelompok masyarakat dan aktivis lingkungan di Maluku Utara kini mendesak agar proses pelelangan WKP Talaga Rano dihentikan. Mereka menuntut keterlibatan masyarakat adat dalam setiap tahapan dan terbuka mengenai dampak buruknya.