Ketua Komisi III DPRD Kabupaten Pulau Taliabu, Budiman L. Mayabubun, mendesak Pemerintah Daerah agar segera menuntaskan penyusunan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) tahun 2025–2030.

Ia menilai waktu penyelesaian dokumen strategis tersebut semakin sempit dan berpotensi mengganggu sinkronisasi antara perencanaan dan penganggaran daerah tahun 2026.

“RPJMD adalah kompas pembangunan daerah. Jika dokumen ini belum selesai sementara kita sudah memasuki pembahasan KUA-PPAS 2026, maka arah kebijakan anggaran akan kehilangan pijakan hukum dan logika perencanaan,” tegas Budiman kepada Kadera.id, Rabu, 22 Oktober 2025.

Budiman menjelaskan, RPJMD bukan sekadar formalitas administratif, melainkan arah kebijakan pembangunan lima tahun yang menjadi dasar penyusunan Renstra OPD, RKPD, hingga APBD tahunan. Karena itu, keterlambatan penyusunan RPJMD dinilai dapat menimbulkan efek domino terhadap efektivitas pelaksanaan program dan efisiensi penggunaan anggaran publik.

Ia menegaskan, kewajiban penyusunan RPJMD telah diatur dalam Pasal 263 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah, yang mewajibkan kepala daerah menetapkan RPJMD paling lambat enam bulan setelah pelantikan. Selain itu, Permendagri Nomor 86 Tahun 2017 menjadi pedoman teknis penyusunan, pengendalian, dan evaluasi pembangunan daerah.

“Kalau RPJMD terlambat, otomatis seluruh dokumen turunan, mulai dari Renstra dinas, RKPD, sampai APBD, akan kehilangan dasar hukum. Itu bisa berimplikasi pada ketidakterpaduan program, dan pada akhirnya pelayanan publik menjadi korban,” jelasnya.

Terkait implikasi terhadap Anggaran dan Pembangunan 2025–2030, Komisi III menilai RPJMD harus segera difinalisasi agar tidak menghambat penyusunan KUA-PPAS dan RKA OPD tahun 2026.

“Tanpa RPJMD, pembahasan APBD berpotensi tumpang tindih dan tidak selaras dengan visi-misi kepala daerah. Kita tidak ingin arah pembangunan 2025–2030 terjebak dalam proyek-proyek jangka pendek yang tidak berpihak pada kebutuhan dasar masyarakat. Penyusunan RPJMD harus berbasis data dan analisis kebutuhan publik,” tambahnya.

Politisi PDIP itu juga menekankan pentingnya sinkronisasi RPJMD Taliabu dengan RPJPD Kabupaten, RPJMD Provinsi Maluku Utara, serta RPJMN 2025–2029, agar program daerah dapat memperoleh dukungan dari dana transfer pusat maupun program lintas kementerian.

Menyoroti lambannya proses penyusunan, Komisi III DPRD berencana memanggil Bappeda untuk dimintai penjelasan mengenai progres penyusunan RPJMD. DPRD menilai penundaan yang berlarut menandakan lemahnya koordinasi antarperangkat daerah serta rendahnya disiplin perencanaan.

“Kita tidak ingin melihat pola lama berulang. Pemerintah harus serius, karena tanpa RPJMD yang sah, arah pembangunan bisa keluar dari koridor hukum,” pungkas Budiman.

RPJMD 2025–2030 akan menjadi dokumen strategis pertama di bawah kepemimpinan kepala daerah baru. DPRD menegaskan penyusunannya harus dilakukan secara partisipatif, transparan, dan berorientasi hasil, agar kebijakan pembangunan benar-benar menjawab kebutuhan masyarakat, bukan sekadar formalitas perencanaan.

Bappeda: Keterlambatan Karena Faktor PSU dan Jadwal Pelantikan

Plt Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kabupaten Pulau Taliabu, Silfester Stevi Wandan, saat ditemui di ruang kerjanya, Rabu, 22 Oktober 2025, menjelaskan bahwa seluruh dokumen perencanaan daerah harus dijaga agar tetap terintegrasi satu sama lain.

“Dalam penyusunan dokumen perencanaan daerah, ada level dan ruang lingkupnya masing-masing. RPJMD dikoordinir oleh Bappeda yang memuat visi dan misi bupati dan wakil bupati, serta program prioritas. Selanjutnya, OPD menjabarkan visi-misi itu ke dalam Renstra dan Renja tahunan yang kemudian dikompilasi menjadi RKPD. Semua dokumen ini saling terkait dan harus dijaga kesesuaiannya,” jelas Silfester.

Ia mengakui adanya keterlambatan berdasarkan jadwal nasional, namun hal itu disebabkan kondisi khusus di daerah, yakni pelaksanaan Pemungutan Suara Ulang (PSU) yang menyebabkan pelantikan kepala daerah Taliabu mundur dari jadwal.

“Memang ada keterlambatan jika dibandingkan dengan daerah lain. Tapi kondisi Taliabu berbeda karena pelantikan kepala daerah baru dilakukan lebih lambat akibat PSU. Sesuai aturan, RPJMD disahkan paling lambat enam bulan setelah pelantikan. Jadi, ritme penyusunan dokumen perencanaan kita ikut menyesuaikan,” ujarnya.

Meski begitu, Silfester menegaskan bahwa koordinasi lintas OPD tetap berjalan.

“Kami terus berkoordinasi dengan OPD. Minggu ini sudah mulai penyelesaian Renja, dan Bappeda juga mengoordinir finalisasi RKPD. Targetnya, pada November sudah bisa disampaikan KUA-PPAS,” katanya.

Ia menambahkan, proses penyusunan RPJMD sedang berlangsung sesuai tahapan.

“Sekarang kami menunggu hasil evaluasi KUA-PPAS sambil menyempurnakan rencana awal RPJMD menjadi dokumen rancangan. Setelah itu akan dilanjutkan dengan forum lintas perangkat daerah dan Musrenbang RPJMD. Semua tahapan tetap berjalan dan kami pastikan ritmenya sesuai ketentuan,” tutur Silfester.

Menurutnya, meski dari luar tampak lambat, proses di dalam berjalan intensif dan membutuhkan konsentrasi tinggi.

“Bappeda di seluruh Indonesia saat ini bekerja keras menyusun dokumen perencanaan. Memang tampak terlambat, tapi sebenarnya semua proses berjalan dan tetap kami laporkan ke pimpinan,” tandasnya.