Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara mencatat kerugian warga yang hidup di wilayah industri nikel akibat bencana ekologi mencapai ratusan juta rupiah per keluarga. Kerugian itu merupakan akumulasi banjir, pencemaran lingkungan, dan hilangnya akses terhadap ruang hidup.
Mubalik Tomagola, Manager Advokasi Tambang Walhi Maluku Utara, mengatakan hasil investigasi lembaganya menemukan intensitas banjir di Desa Kawasi meningkat tajam. Dalam satu bulan bisa terjadi lima kali banjir. Sekali banjir menimbulkan kerugian sekitar Rp200-500 juta per kepala keluarga.
Menurut Mubalik, pemerintah Kabupaten Halmahera Selatan maupun perusahaan tambang dan pabrik pengolahan bijih nikel Harita Group atau Harita Nickel tidak mengambil langkah serius untuk memulihkan lingkungan atau memenuhi kebutuhan warga.
“Air bersih tidak terpenuhi, listrik tidak 1×24 jam, lingkungan rusak, pangan lenyap, debu batubara setiap hari. Ini bentuk pengabaian terhadap hak dasar warga,” jelas Mubalik.
Ia menilai pemerintah dan perusahaan justru menormalisasi kerusakan untuk mendorong relokasi warga ke kawasan ecovillage. “Ini baru soal banjir. Belum termasuk sabotase kebun, perampasan lahan, penggusuran paksa. Kerugian ekonomi yang hilang tidak pernah dihitung,” tuturnya.
Selain di Pulau Obi, kerusakan ekologi juga ditemukan di Teluk Weda, kawasan industri nikel PT Indonesia Weda Bay Industrial Park (IWIP). Mubalik mengungkapkan riset 2023 telah menemukan logam berat pada ikan. Penelitian lanjutan Nexus3 Foundation bersama Universitas Tadulako yang terbit 2025 bahkan menemukan paparan logam berat pada tubuh manusia.
“Ini sudah masuk zona merah, kerusakannya bukan hanya di lingkungan, tetapi telah menyasar ke tubuh manusia,” ujarnya.
Profesor Muhammad Aris, Guru Besar Universitas Khairun mengatakan hilirisasi nikel justru mempercepat kerusakan di wilayah pesisir. Menurutnya, terumbu karang, mangrove, dan lamun mati. Ikan juga makin menjauh di perairan yang dekat dengan pertambangan dan operasi pabrik pengolahan nikel.
Aris menegaskan ikan di Teluk Weda sudah tak layak dikonsumsi. Menurutnya, kandungan nikel sangat tinggi dan dapat merusak sel tubuh hingga memicu kanker.
“Ikan di Teluk Weda itu sudah tidak layak konsumsi. Kandungan nikel sangat tinggi dan dapat merusak sel dalam tubuh hingga memicu kanker. Paling rentan adalah ibu hamil,” kata Prof. Aris saat diskusi di acara Temu Rakyat yang diadakan Walhi Maluku Utara di Aula Desa Balbar, Oba Utara, Tidore Kepulauan, pada Rabu, 26 November 2025.
Dr. Aziz Hasyim, akademisi Unkhair, melihat krisis ekologis di Maluku Utara sebagai lanjutan dari sejarah panjang ekspansi ekstraktif. Menurutnya, narasi pertumbuhan ekonomi hanya menyingkirkan masyarakat dari ruang hidupnya.
“Kerusakan ekologis semakin masif. Sementara ekonomi rakyat tetap susah,” kata Aziz di forum Temu Rakyat.
Aziz menambahkan, posisi strategis di industri nikel justru didominasi pihak dari luar. “Jika lahan rakyat digusur untuk kepentingan nikel tetapi manfaatnya tidak kembali ke masyarakat, itu tidak setara dengan sumber daya alam yang dikeruk,” ucapnya.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.