Puluhan massa aksi dari Aliansi Peduli Soligi menggeruduk kantor cabang Harita Nickel atau Harita Group di Kelurahan Kalumata, Ternate Selatan, Kota Ternate, pada Senin, 30 Juni 2025. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas banjir bandang yang menerjang Desa Soligi–termasuk Desa Kawasi, Pulau Obi, Halmahera Selatan, dua pekan lalu. Banjir tersebut diduga dipicu aktivitas tambang nikel PT Trimegah Bangun Persada (Tbk), anak usaha Harita Group.

“Sebenarnya, kami sudah aksi pertama, pihak Harita bilang akan dipenuhi [tanggungjawabnya atas banjir]. Kami diberi waktu selama tiga hari. Namun, hingga hari ini [kami] tidak menemukan jawaban [dari perusahaan]. Pihak Harita Group tidak mengindahkan torang [kita] punya tuntutan, makanya kami lakukan aksi jilid dua,” kata Ardiyanto, koordinator aksi, kepada Kadera Senin tadi.

Banjir yang terjadi pada Jumat, 13 Juni 2025, disebut meluluhlantakkan sejumlah fasilitas publik di Desa Soligi, di antaranya, jembatan desa jebol, pagar sekolah rusak, beberapa rumah warga hanyut. Warga menduga penyebab utamanya adalah tanggul jebol dari area tambang TBP. Aktivitas pembukaan lahan dan penggundulan di hulu memperparah situasi.

Aliansi Peduli Soligi menilai bantuan sembako dari Harita Group tidak menjawab akar persoalan. “Yang kami butuh solusi. Tapi sampai hari ini pihak Harita group tidak sampai melakukan itu,” jelas Ardiyanto.

Ia menyebut, banjir bukan bencana alam murni, tapi bencana yang lahir dari rakusnya industri tambang. Karena itu, aliansi menuntut perbaikan struktur ekologis di kawasan hulu tambang kilometer 3, serta pembangunan infrastruktur pengaman di pesisir Desa Soligi.

Afrisal Jarnawi, orator aksi lainnya, menyebut diamnya Harita Group dan pemerintah daerah sebagai bentuk pengabaian atas keselamatan publik. “Sembako bukan solusi. Sampai saat ini Harita Nickel tidak bertanggung jawab terhadap masyarakat. Begitupun pemerintah daerah (Pemda) Halmahera Selatan,” katanya.

Aksi massa ini sempat memanas. Menurut salah satu demonstran, Sardin La Rajab, perwakilan Harita sempat mengajak pertemuan informal di sebuah kafe, tetapi ajakan itu ditolak.

“[Perwakilan perusahaan] minta baku dapat di kafe,” kata Sardin, tetapi ia takut mereka akan dipengaruhi. “Karena pembahasan akan berbeda. Mungkin disogok dan sebagainya. Makanya hal seperti itu tidak usah dituruti, harus baku dapat di aksi.”

Sardin juga menyebut adanya dugaan provokasi dari pihak perusahaan. Sejumlah pria tak dikenal, yang diduga disebut warga sebagai “preman kampung” muncul di lokasi aksi dan mencoba memecah barisan demonstran.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter