Pemutaran film dokumenter Yang Mengalir di Kawasi terus menuai reaksi. Di tengah kritik publik soal narasi yang dianggap memutihkan citra Harita Group, Anto Aprianto, CEO TV Tempo justru menyebut film itu menampilkan sisi lain dari kehidupan sosial di kawasan industri nikel.

“Film dokumenter di Obi ini memang bagian dari kami melihat perpektif yang lain dari sebuah perusahaan tambang yang mengalir di kawasi. Kami melihatnya dari perpektif yang lebih bijak tentang dampak dari sebuah perusahaan tambang,” kata Anto saat memberikan sambutan pada pemutaran film di Studio 6, Cinema XXI, Jatiland Mall, Kota Ternate, Senin, 14 Juli 2025.

Menurut Anto, dokumenter tersebut merekam tersimoni warga yang tinggal di sektiar area tambang di Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Halmahera Selatan.

“Kami memotrer satu gambaran tentang kehidupan sosial di sebuah lingkungan tambang dari berbagi sisi. Dan kami bisa melihat bahwa masyarakat disekitar tambang menyampaikan apresiasi-apresiasi,” ujar Anto.

Anto menegaskan bahwa produk jurnalistik tidak berada di ruang hampa. Ia menolak anggapan bahwa karya jurnalistik harus memuat satu sudut pandang saja. “Selalu dinamis. Faktanya selalu kita pilih. Nanti perubahannya akan selalu menjadi bagian.”

Pemutaran ini, kata Anto, merupakan yang keenam kalinya dilakukan TV Tempo, yang kini aktif memproduksi dokumenter di bawah Tempo Group. Di Ternate, film kedua berjudul Ngomi o Obi juga dijadwalkan tayang di Aula Nuku, Universitas Khairun, pada Selasa, 15 Juli 2025.

Namun, pernyataan tersebut langsung mendapat respons kritis dari Wahana Lingkungan Hidup (Walhi) Maluku Utara. Irsandi Hidayat, Manajer Wilayah Kelola Rakyat Walhi Malut, menilai apresiasi warga yang terekam dalam film itu kemungkinan besar berasal dari kalangan yang pro perusahaan.

“Bilsa jadi yang menyampaikan apreasiasi itu adalah warga yang tinggal di ecovillage, atau mereka yang sudah direlokasi oleh Harita Group,” ujar Irsandi.

Menurut dia, narasi dalam film tersebut justru mengabaikan suara warga Kawasi asli yang menolak relokasi dan kini hidup dalam tekanan sosial dan ekologi.

“Warga Kawasi asli sangat kecewa dengan TV tempo yang turut melegitimasi krisis ekologi melalui film dokumenter dan pembohongan publik tentang kualitas air di Desa Kawasi saat ini,” jelas Irsandi.

Ia menyebut dokumenter Yang Mengalir di Kawasi berpotensi menjadi alat pembohongan publik dan menyesatkan, terutama terkait klaim kualitas air bersih yang dinarasikan masih bisa dikonsumsi warga Kawasi.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter