Pemutaran dokumenter produksi TV Tempo bertajuk Yang Mengalir di Kawasi dan Ngomi o Obi yang digelar pada 14 dan 15 Juli 2025 di Cinema XXI Jatiland Mall dan Aula Nuku Universitas Khairun menuai kekecewan dari warga Kawasi. Mereka menilai film tersebut tidak menggambarkan kenyataan dan mengabaikan penderitaan warga akibat dampak buruk aktivitas industri nikel Harita Group.

Nurhayati, warga Kawasi, mengatakan seharusnya pembuatan film didahului oleh dialog intensif dengan masyarakat setempat, agar warga bisa menunjukkan kondisi air, lingkungan, dan keadaan sesungguhnya yang terjadi di Kawasi. Sebab, dari dokumenter yang ia nonton, justru tidak sesuai dengan fakta, padahal kehidupan warga telah berubah total setelah seluruh kehidupan dirusak aktivitas industri nikel.

“Saya merasa miris dengan [film dokumenter] TV Tempo, katanya terpercaya, ternyata bisa membuat film dokumenter tidak sesuai fakta,” kata Nurhayati kepada Kadera, Selasa, 15 Juli 2025. Media ini mungkin datang di musim panas, tidak tunggu 1 atau 2 bulan di Kawasi, supaya bisa menyaksikan keadaan sekitar ketika musim panas dan hujan, biar mereka bisa merasakan yang namanya banjir di Kawasi juga debu ketika musim panas.”

Nurhayati menegaskan bahwa warga Kawasi tidak pernah memberikan dukungan apalagi apreasiasi terhadap aktivitas Harita Nickel, yang sebetulnya, aktivitasnya mencemari di darat, laut, hingga udara di Kawasi.

“Ini pembohongan publik sama sekali. Kalau misalkan warga Kawasi apresiasi kejahatan-kejahatan pertambangan Harita Group, warga yang mana?. Itu mungkin warga yang su [sudah] pindah di ecovillage. Terus kalau masyarakat yang tra [tidak] pindah torang [kita] akan apresiasi itu kejahatan tambang Harita Group?” kesal Nurhayati.

Disisi lain, Faizal Ratuela, Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Maluku Utara, juga mengkritik film dokumenyer tersebut. Menurut Faizal, realitas di Kawasi jauh berbeda dari yang disajikan dalam film.

Harita Group, katanya, dengan leluasa menggusur hutan dan lahan warga, serta diduga mencemari udara dan laut. Meski perusahaan sudah merelokasi sebagian warga ke ecovillage, banyak warga yang menolak pindah dan bertahan di kampung lama.

“Warga yang melakukan perlawanan terhadap perusahaan diintimidasi dan dikriminalisasi sekehendak hati mereka. Fakta-fakta itu tentu saja tidak ditampilkan di dalam film dokumenter ini,” kata Faizal sebagaimana dikutip dari siaran pers Selasa kemarin.

Sebelumnya, setelah Koalisi Warga Kawasi untuk Keadilan Ekologis dan Sosial melakukan protes pemutaran dokumenter di Jatilad Mall, Kota Ternate, kantor Walhi Malut diduga didatangi lima anggota intel brimob dari Polda Maluku Utara.

Faizal menganggap langkah aparat tersebut sebagai bentuk intimidasi terhadap organisasi masyarakat sipil yang sah dan dilindungi konstitusi. Ia menyebut negara telah melakukan kesalahan komunikasi yang fatal.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter