PADA suatu malam, tidur adalah keinginan yang gagal. Yang memejamkan mata berharap masuk ke alam tidur tapi ia salah mendengarkan lagu. Menit-menit sebelumnya, ia memutar lagu Tata Janeeta yang berjudul “Muslihat”. Maka, tidur hanyalah keinginan yang rusak oleh imajinasi horor gara-gara lagu.
Pilihan yang berbeda dilakukan orang lain yang mau tidur. Ia berbaring tenang, perlahan mengucapkan doa. Konon, ia tidak memerlukan dongeng sebelum tidur. Yang terpenting adalah kepasrahan kepada Tuhan yang memberi hidup dan mati. Tidur tidak hanya mata terpejam tapi peristiwa yang memerlukan restu Tuhan. Maka, doa diharapkan membuatnya tidur secara baik dan benar.
Di tempat yang berbeda, orang ingin tidur tapi bersyarat. Ia menelan beberapa pil yang dipercaya membuat dirinya tidak wajib melek selama 24 jam. Artinya, ia ingin tidur beberapa jam. Melek terus itu tidak wajar. Yang mendambakan nyenyak sadar berbayar. Obat pun memiliki risiko-risiko, yang datang secara cepat atau lambat. Bagaimana tidur bisa mahal dan berbahaya?
Pada abad XXI, tidur makin masalah. Tidur tidak mudah. Tidur sering salah. Tidur justru siksaan. Di pelbagai negara maju dan negara miskin, tidur adalah tema yang tidak boleh diremehkan. Apakah bakal ada pembentukan kementerian tidur? Negara mungkin boleh membuat undang-undang atau mengadakan kebijakan-kebijakan demi rakyat tidur yang ikhlas, indah, dan bahagia. Di Indonesia, para presiden belum pernah mengadakan kementerian tidur meski para pejabat dan penghuni gedung parlemen kadang ketahuan tidur saat jam-jam bekerja.
Kita berpikir tidur di negara-negara maju saja. Yang bermasalah tidur ada di negara-negara sana tapi bukunya diterjemahkan dalam bahasa Indonesia. Kita membuka buku yang berjudul Tidur Nyenyak, Mengapa Tidak? (2003) susunan Deepak Chopra. Penjelasan awal: “Tujuan tidur adalah membuat tubuh agar bisa memperbaiki keadaannya dan membuat dirinya muda kembali. Istirahat total selama tidur akan membuat tubuh memulihkan dirinya kembali dari kelelahan dan stres, meningkatkan mekanisme perbaikan tubuh dan mekanisme homeostatis (keseimbangan). Kalimat yang mudah terbaca. Tidur punya tujuan.
Namun, orang-orang susah tidur. Ada orang yang mengeluh jika tidurnya tidak bermutu. Ia tidur dalam kesalahan dan kesesatan. Buku-buku yang bertema tidur pun ditulis dan diterbitkan. Buku jenis itu laris di Amerika Serikat dan Eropa. Selanjutnya, buku-buku dibaca orang Indonesia melalui edisi terjemahan, yang membuat pembacanya merasa bernasib sama menjadi kaum sulit tidur. Buku-buku petunjuk diperlukan agar sukses dalam tidur.
Petunjuk yang diberikan Deepak Chopra: “Jika kamu suka membaca buku sebelum tidur, lakukan kegiatan itu di ruangan lain, bukan tempat tidur. Ingat, kamar tidur harus diasosiasikan dengan tidur, bukan kegiatan mental seperti membaca buku.” Yang suka membaca novel-novel Umberto Eco, Haruki Murakami, Orhan Pamuk, atau Mo Yan jangan berharap tidur nyenyak. Pada saat memejamkan mata, ia mungkin tersesak di halaman-halaman novel, yang mengakibatkan tidur menimbulkan lelah, bingung, takut, dan kecewa.
Bagaimana tidur yang sukses? Bacalah buku yang berjudul Power Sleep: Kiat-Kiat Tidur Sehat untuk Mencapai Kondisi dan Prestasi Puncak (2002) yang ditulis James B Maas dan tim. Terbukti, tidur adalah tema atau masalah yang tidak mudah. Di negara-negara sana, buku itu laris dibeli dan dipelajari oleh ribuan orang yang ingin tidur. Bacalah buku-buku agar mengetahui ilmu tidur! Namun, ingatlah jangan membaca buku bertema tidur sebelum tidur di kasur.
James B Maas mengingatkan tentang kasur. Ia memberi petunjuk dalam memilih kasur yang tepat. Kasur mempengaruhi kualitas tidur. Padahal, kita sering membuat lelucon mengenai kasur orang kaya dan orang miskin. Kasur yang mahal dan mewah biasanya dianggap menyempurnakan tidur. Namun, kasur yang sudah apek, lusuh, dan semrawut kada dicap kejelataan untuk yang tidur.
Petikan khotbah yang diberikan: “Sepertiga hidupmu, yang seharusnya dilewati dengan tidur, berpengaruh besar terhadap dua pertiga bagian lainnya dalam hal kewaspadaan, energi, suasana hati, berat badan, persepsi, daya ingat, daya pikir, kecekatan reaksi, kinerja, kreativitas, keselamatan, dan kesehatan.” Pilihlah tidur yang sukses, bukan tidur yang bikin hancur. Buku yang kita baca memastikan berdasarkan dari penelitian-penelitian ilmiah. Bagi orang yang suka bualan tidak dianjurkan membaca buku bertema tidur.
Yang terakhir, kita membuka buku berjudul Mengapa Kita Tidur: Mengungkap Keampuhan Tidur dan Bermimpi (2021) garapan Matthew Walker. Sekali lagi, buku ini ilmiah. Di Indonesia, sudah cetak ulang beberapa kali. Orang-orang di Indonesia ingin tidur yang ampuh dan bermimpi indah. Mereka tidak ingin bermimpi tentang presiden, DPR, pajak, dan lain-lain. Mimpi indah sebaiknya tidak politis. Bagaimana menentukan kriteria-kriteria mimpi indah untuk warga Indonesia?
Penelitian tentang mimpi banyak dilakukan di negara-negara maju. Di Indonesia, riset untuk mimpi pasti dianggap membuang uang atau kurang berfaedah untuk kemajuan negara. Jadi kita membaca buku Matthew Walker untuk mengetahui riset-riset pernah dilakukan oleh para ilmuwan. Yang diungkapkan sebagai peringatan: “Betapapun revolusionernya kemampuan untuk memprediksi bentuk umum dari mimpi seseorang (emosional, visual, motorik), hal ini meninggalkan pertanyaan yang lebih fundamental yang belum terjawab: Dapatkan kita memprediksi isi dan mimpi seseorang, artinya bisakah kita memprediksi apa yang sedang diimpikan oleh seseorang (mobil, perempuan, makanan) ketimbang sekadar sifat dari mimpi?”
Kita tidak usah ikut menjawab. Hari-hari di Indonesia sudah bikin orang susah tidur. Yang nekat membaca buku-buku bertema tidur pasti menganut aliran sesat. Ia semestinya menikmati saja gonjang-ganjing di Indonesia yang menjadikan tidur adalah siksaan dan kesalahan-kesalahan yang sulit diampuni.
Di Kompas, 2 Agustus 2025, tersaji artikel panjang mengenai tidur. Yang membacanya merasa tersindir saat mendapat anjuran: “Kualitas tidur akan membaik jika masalah-masalah yang jadi penyebabnya bisa diidentifikasi lantas diatasi. Obat-obatan yang membantu untuk tidur disarankan hanya digunakan dengan pengawasan dokter dan bukan dalam waktu berkepanjangan.”
Artikel itu terbaca saat kita makin sulit tidur atau tidur berkualitas buruk. Penyebab-penyebabnya sangat susah diatasi. Kita bermasalah dengan pelbagai kebijakan pemerintah. Tidur itu hak warga negara. Namun, tidur di Indonesia adalah tidur yang bisa serba salah dan dilematis.
*Kabut merupakan nama pena dari seorang pengarsip, esais, dan kritikus sastra Indonesia
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.