Puluhan massa Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Ternate menggelar demonstrasi di kediaman Gubernur Maluku Utara di Kelurahan Takoma, Ternate Tengah, pada Senin, 8 September 2025. Aksi ini dipicu ucapan Sherly Tjoanda, Gubernur Maluku Utara, yang dinilai tak berdasar terkait 11 warga adat Maba Sangaji beberapa waktu lalu saat menemui demonstran Bubarkan DPR.

Yusril J. Todoku, koordinator aksi, mengatakan Sherly telah menggiring opini publik terkait perkara sebelas masyarakat adat Maba Sangaji yang sekarang sedang menjalani sidang di Pengadilan Negeri (PN) Soasio, Tidore Kepulauan.

“Gubernur Maluku Utara sudah menggiring opini publik yang memicu kemarahan masyarakat. Maka kami hadir di sini untuk membawa surat pernyataan sikap bahwa gubernur Maluku Utara segera untuk membebaskan warga Maba Sangaji dan warga Galela tanpa syarat,” kata Yusril kepada Kadera di depan kediaman Gubernur Maluku Utara.

Saat bertemu dengan massa demonstran bubarkan DPR di jalan di jalan utama antara Tugu Makugawene dan kantor DPRD Kota Ternate, Sherly menuding warga adat Maba Sangaji “membakar mobil polisi”, “bawa senjata tajam”, dan melakukan “perampasan”. Padadal tudingan bakar mobil polisi tidak ada dalam fakta persidangan. Sementara, kasus ini masih berjalan belum ada putusan pengadilan.

Menurut Yusril, proses hukum di pengadilan saat ini juga jangkal. Majelis hakim dinilai hanya mempertimbangkan saksi dari Polda Maluku Utara, tanpa mendengar saksi dari masyarakat adat Maba Sangaji. HMI, kata Yusril, akan terus mengawal jalannya persidangan yang akan berlanjut pada Rabu, 10 September 2025 pekan ini.

Selain itu, massa aksi ini juga mendesak agar kasus dugaan pemukulan terhadap Asiun Salim, Kabid Pemberdayaan Perempuan Badko HMI Maluku Utara, oleh aparat di Bacan, Halmahera Selatan, diusut secara tuntas dan mendesak copot Kapolres Halsel.

Anggriani, kader Kohati HMI Ternate, menilai kriminalisasi terhadap mahasiswa maupun masyarakat adat hanya mempersempit ruang demokrasi. “Keluarga 11 warga masyarakat adat Maba Sangajii Halmahera Timur tidak bisa tidur nyenyak. Karena anak, suami, dan orang tua tidak lagi bersama mereka,” katanya.

Ia kecewa karena gubernur maupun wakil gubernur tidak mengengar aspirasi massa aksi dengan alasan masih berada di Sofifi.

“Kami tidak tahu menyampaikan aspirasi ke siapa lagi. Pemerintah provinsi Maluku Utara lagi-lagi tidak ada di tempat,” ucapnya dengan nada kecewa.

Rabul Sawal
Editor
La Ode Zulmin
Reporter