Bupati Kepulauan Sula, Fifian Adeningsi Mus, bersama Ketua Seleksi PPPK dan Badan Kepegawaian Daerah (BKD), resmi dilaporkan ke Bidang Tindak Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Agung Republik Indonesia pada Jumat, 26 September 2025.

Laporan tersebut diajukan oleh kuasa hukum dari 12 peserta seleksi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) yang kelulusannya dibatalkan secara mendadak, hanya satu jam setelah hasil seleksi diumumkan secara resmi ke publik.

“Benar, kami telah memasukkan laporan ke Kejaksaan Agung atas dugaan praktik KKN dalam proses penerimaan PPPK di Kepulauan Sula,” ujar kuasa hukum pelapor, Rasman Buamona.

Rasman mengaku, laporan tersebut langsung diterima dan diarahkan ke Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) untuk ditindaklanjuti sesuai dengan kewenangan yang berlaku.

Ia menegaskan, perkara ini bukan sekadar soal pembatalan kelulusan, melainkan ada indikasi kuat terjadinya intervensi, manipulasi data, dan dugaan penyalahgunaan wewenang dalam proses seleksi.

Menurutnya, laporan ini didasari oleh fakta kuat. Para kliennya sebelumnya telah dinyatakan lulus melalui Pengumuman Nomor: 800.1.2.2/736/VIII/2025 yang dirilis pada 26 Agustus 2025 pukul 23.00 WIT. Namun, hanya berselang satu jam, muncul pengumuman baru dengan Nomor: 800.1.2.2/738/VIII/2025, yang ditandatangani langsung oleh Bupati Fifian Adeningsi Mus, berisi pembatalan kelulusan 12 peserta tersebut.

“Yang lebih memprihatinkan, pembatalan ini dilakukan tanpa konsultasi dengan KemenPAN-RB maupun BKN. Alasan yang digunakan pun sangat subjektif, seperti tuduhan tidak aktif bekerja, pengalaman kerja kurang dari dua tahun, hingga pemalsuan dokumen,” lanjut Rasman.

Ia bilang, dasar pembatalan kelulusan hanya bersandar pada surat pernyataan dari pimpinan instansi, tanpa melalui proses klarifikasi, verifikasi, atau pembuktian resmi. Bahkan, sejumlah surat pernyataan tersebut belakangan dicabut kembali oleh instansi atau sekolah yang sebelumnya mengeluarkannya.

Dugaan manipulasi makin menguat dalam kasus dua peserta, yakni Rufita Apal dan Rianti Umanahu. Surat yang menuduh Rufita melakukan pemalsuan dokumen dikeluarkan oleh Kepala SD Negeri Kabau, namun kemudian dicabut setelah kepala sekolah mengakui bahwa surat tersebut dibuat di kantor BKPSDM, bukan berdasarkan fakta di lapangan. Hal serupa terjadi pada Rianti Umanahu, di mana Kepala SD Negeri 1 Buya juga mencabut surat tuduhan yang pernah dikeluarkannya.

Berdasarkan fakta-fakta tersebut, Rasman mendesak Kejaksaan Agung untuk segera melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN) dalam seleksi PPPK 2024 di Kabupaten Kepulauan Sula, yang mencakup tenaga teknis, tenaga kesehatan, dan tenaga guru.

“Kami berharap Kejaksaan Agung serius menangani kasus ini karena menyangkut hak dan masa depan 12 orang yang telah dinyatakan lulus, namun kelulusannya dibatalkan tanpa alasan yang jelas, transparan, dan akuntabel,” tegas Rasman.

Sebelumnya, kasus ini juga telah dilaporkan ke KemenPAN-RB atas pembatalan kelulusan 12 peserta tes PPPK di Kepulauan Sula.

Para 12 peserta yang menjadi korban pembatalan kelulusan itu, antara lain
Riyana Umaternate, Asmi Umasugi, Nurmala Sangadji, Salim Buamona, Fatimah Kaimudin, Suyanti Basahona, Zulaiha Rahman, Nurain Wowor, Sofyan Umalekhoa, Sahdir Makian, Rianti Umanahu, dan Rufita Apal.