Institute for Criminal Justice Reform (ICJR) menilai tuntutan terhadap sebelas warga adat Maba Sangaji di Halmahera Timur merupakan bentuk kriminalisasi terhadap perjuangan masyarakat adat mempertahankan hak atas lingkungan hidup yang baik dan sehat.
ICJR telah mengirimkan amicus curiae atau sahabat pengadilan kepada Majelis Hakim Pengadilan Negeri Soasio, Tidore Kepulauan, pada 10 Oktober 2025. Dokumen itu berisi pandangan hukum terhadap perkara warga Maba Sangaji yang dituduh melanggar Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Minerba, Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Darurat Nomor 12 Tahun 1951, dan Pasal 368 KUHP.
“Menurut kami, pasal-pasal dakwaan yang digunakan oleh penuntut umum perlu untuk dipertimbangkan dengan baik oleh majelis hakim PN Soasio. Kasus ini erat kaitannya dengan kebebasan berekspresi dan berpendapat serta persoalan sengketa lahan,” kata Nur Ansar, peneliti ICJR, dalam siaran pers, yang diterima Kadera, 13 Oktober 2025.
Jaksa menggunakan Pasal 162 UU Minerba menuntut sebelas warga adat Maba Sangaji dengan pidana antara empat hingga tujuh bulan penjara. Mereka dinyatakan “secara sah dan menyakinkan bersalah menghalang-halangi aktivitas pertambangan nikel PT Position.”
“Oleh karena itu, kami menilai, sudah sepatutnya majelis hakim memutus bebas para terdakwa. Kalaupun dalam sidang pengadilan, majelis hakim menemukan adanya fakta-fakta yang menyatakan kalau terdapat perbuatan pidana, juga tetap perlu untuk mempertimbangkan pedoman Anti SLAPP dari Mahkamah Agung,” jelas Nur.
Mahkamah Agung sendiri telah menerbitkan Peraturan Mahkamah Agung Nomor 1 Tahun 2023 tentang Pedoman Mengadili Perkara Lingkungan Hidup, yang menegaskan perlindungan hukum bagi pejuang lingkungan.
“Jika memang terbukti juga bahwa para terdakwa adalah pejuang lingkungan, majelis hakim seharusnya memutus lepas walaupun terjadi tindak pidana,” tegasnya.
Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.