Warga Desa Kawasi, Kecamatan Obi, Kabupaten Halmahera Selatan, tidak menikmati lampu atau penerangan sejak awal bulan Ramadan 1446H/2025. Nasib itu dijalani warga sejak kebakaran hebat terjadi pada Sabtu, 1 Maret 2025, pukul 00.30 WIT dini hari, yang menghantam belasan fasilitas sekaligus genset desa. Sebagian besar warga menjalani ibadah puasa dari sahur hingga berbuka puasa tanpa penerangan.
Nurhayati, warga Kawasi, menyayangkan tidak ada solusi atau alternatif dari pemerintah daerah atau perusahaan tambang sekaligus pabrik pengolahan bijih nikel Harita Nickel yang beroperasi berdampingan dengan pemukiman Desa Kawasi. Warga sudah meminta alternatif untuk penerangan dari perusahaan, tetapi tak terealisasi semuanya.
“Kami sarankan [kepada perusahaan], setiap rumah yang pakai penerangan pelita, mesti diberikan 5 liter solar. Sedangan yang pakai mesin diesel diberikan 50 liter. Begitu pula warga yang pakai genset. Mesti diberikan 50 sampai 70 liter. Ini untuk pemakaian sampai akhir Ramadan. Namun, nyatanya, hanya gereja dan masjid yang diberikan BBM. Sementara warga urus sendiri,” kata Nurhayati, kepada reporter Tuturfakta, 13 Maret 2025.
Mulanya, pihak perusahaan berjanji akan menangani masalah lampu penerangan di rumah-rumah warga Kawasi terutama dari kabel listrik yang terputus. Namun, sampai memasuki hari ke 14 Ramadan, tuntutan warga belum tergubris. Warga terpaksa melakukan penerangan mandiri selama Ramadan.
“Kabel terbakar itu hanya sekitar 30-50 meter kalau diperbaiki. Tapi sampai sekarang torang [kita] kegelapan. Rumah saya pakai mesin bekas yang diperbaiki suami. Yang lain pakai mesin diesel atau genset. Torang [kita] sudah desak pihak perusahaan, tapi mereka beralasan jika perbaikan kabel arus listrik membutuhkan waktu lama. Tidak tahu sampai kapan,” ujarnya.
Warga mesti mengeluarkan ongkos besar untuk bahan bakar minyak (BBM) solar maupun bensin untuk menggerakkan mesin diesel dan genset pribadi. 1 liter solar Rp15 ribu, sementara 1 liter bensin Rp20 ribu. Rata-rata bahan bakar habis 4-5 liter dalam satu malam.
“Torang [kita] sangat sayangkan. Di balik Harita yang menggurita ini, torang [kita] gelap gulita di bulan Ramadan,” kata Nurhayati.
“Pihak perusahaan sudah ambil kita punya hasil, dan harus berkontribusi bagi warga desa, terutama soal penerangan lampu listrik. Tetap torang [kita] harus menuntut, buka minta-minta,” tambahnya.
Salah satu warga Kawasi yang enggan disebut namanya, mengatakan tidak ada tindakan apapun dari perusahaan selama 13 hari Ramadan. “Hasil koordinasi atas masalah tersebut tidak dapat titik terang sampai hari ini, dan bukan jadi pembahasan prioritas. Mereka hanya bilang diupayakan-upayakan terus,” katanya kesal.
Jofi Cako, pemuda Desa Kawasi, mengatakan sudah menyampaikan lagi masalah lampu ke pihak perusahaan dan diberikan tenggat waktu sejak 4-17 Maret 2025. Jika sampai dibatas waktu itu belum ada tindakan apapun, ia akan berkoordinasi lagi dengan warga.
“Kami konfirmasi lagi ke kampung. Kalau belum ada tindakan kita bakal respons lagi,” ucap Jofi, yang juga saat ini sedang menempuh magister hukum (S2) di Universitas Trisakti.
Pihak Harita Nickel, saat dikonfirmasi reporter, sempat memberikan pernyataan mengenai masalah kebakaran dan genset desa. Namun, tak mau pernyataan tersebut dikutip dan dipublikasi media.

Tinggalkan Balasan
Anda harus masuk untuk berkomentar.